Suara.com - Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas menegaskan apa yang sudah diputuskan oleh Badan Legislasi tentang RUU Cipta Kerja, pekan lalu patut disyukuri. Pasalnya undang-undang tersebut akan membuat kemudahan dan deregulasi di Indonesia.
RUU Cipta Kerja ini akan menghilangkan sikap koruptif sejumlah aparat dalam perizinan. Bahkan para birokrat-birokrat itu akan menjadi korban pertama. Pasalnya dalam sistem perizinan nanti, orang tidak lagi akan berhadapan.
“Terkait perizinan nanti akan menggunakan OSS (Online Single Submission),” kata Supratman ditulis Senin (5/10/2020).
Menurut anggota Fraksi Partai Gerindra ini, perilaku koruptif yang mungkin dilakukan oleh aparat dalam perizinan tidak akan terjadi lagi.
Baca Juga: Demokrat Tolak RUU Cipta Kerja, Yoyok: Kurang Etis Disahkan Saat Pandemi
“Korupsi dalam perizinan tidak akan terjadi lagi. Masalah korupsi dalam perizinan ini terpecahkan oleh omnibus law,” ungkap Supratman.
Bagi pihak-pihak yang menolak Omnibus Law hanya dari satu sisi saja, Supratman meminta agar mereka lebih bijaksana dalam melihat sebuah masalah.
“Jangan melihat parsial saja, tapi lihatlah secara keutuhan terhadap proses pembentukan undang-undang,” kata Supratman.
Ia pun menggambarkan jika dalam proses pembahasan Omnibus Law sangat legitimate dan dapat dipertanggungjawabkan ke publik.
Sementara soal penolakan dua fraksi, yakni PKS dan Partai Demokrat, Supratman pun menggarisbawahi beberapa hal.
Baca Juga: Garda Metal FSPMI Batam: RUU Cipta Kerja Disahkan, Kita Jadi Jongos!
“Fraksi Demokrat itu tadinya masuk (pembahasan), kemudian keluar. Dan kemudian di akhir masa pembahasan mereka masuk lagi. Jadi mekanisme yang terjadi di dalam itu demikian. Soal alasan mereka menolak, saya tak ingin mencampuri,” tambah Supratman.
"Sementara soal penolakan PKS lain lagi. Tadinya di awal itu, saat permintaan nama menjadi anggota panitia kerja, mereka menyatakan diri menarik. Tetapi dalam perjalanan, mereka itu aktif (dalam pembahasan). Perdebatan-perdebatan kita di dalam panja itu sangat dinamis. Dan penolakan itu tidak muncul, seperti saat akhir ini,” kata Supratman.
Dalam pembahasan RUU Cipta Kerja, pria asal Sulsel ini mengakui jika yang paling berat untuk diperdebatkan itu adalah klaster ketenagakerjaan.
“Saya yakinkan semua sependapat. Seluruh fraksi di awal pembahasan dan pengambilan keputusan terkait pesangon, semua satu suara,” ungkap Supratman.
Sembilan fraksi di DPR termasuk di DPD juga satu suara soal pesangon ini. Namun perihal tuntutan sekelompok buruh yang menolak keputusan perihal pesangon ini, Supratman bisa memahami.
“Tidak mungkin kami bisa memuaskan semua pihak. Saya mengerti apa yang menjadi tuntutan kawan-kawan buruh. Saya pastikan dan saya janjikan saat mereka demo terakhir di depan gedung DPR, saya katakan bahwa saya bersungguh-sungguh untuk memperjuangkan hal itu,” tegas Supratman.
Menurutnya dari tujuh isu krusial tentang ketenagakerjaan, seperti PHK massal dan lain-lain, peraturan perundangannya sudah dikembalikan ke UU ketenagakerjaan yang lama.
“Misalnya bagaimana syarat-syarat PHK itu, kami sampaikan bahwa itu kembali ke UU existing dan tidak ada yang berubah sama sekali,” ucap Supratman.
Satu-satunya yang menurut Supratman yang akan berpengaruh terhadap para buruh adalah soal jumlah pesangon.
“Tetapi jangan lupa, kalau dilihat dari sisi yang lain, sebenarnya siapa sih yang menginginkan PHK itu terjadi? Kalau buruh itu produksinya dengan gaji bisa seimbang maka tidak akan ada masalah. Tidak ada pengusaha mana pun yang ingin setiap saat ganti tenaga kerjanya. Pasti tidak,” pungkas Supratman.