Suara.com - Dalam laporan ekonomi Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik edisi Oktober 2020 menyebutkan bahwa sebanyak 38 juta penduduk dunia akan jatuh miskin akibat pandemi virus corona atau Covid-19.
Bank Dunia menyebut guncangan yang disebabkan oleh Covid-19 tidak hanya menekan masyarakat tetap di dalam kemiskinan, tapi juga memunculkan suatu golongan ‘masyarakat miskin baru’.
"Jumlah masyarakat yang hidup dalam kemiskinan di kawasan ini diprediksi mengalami penambahan sebanyak 38 juta orang pada tahun 2020," sebut Chief Economist East Asia and Pacific dari World Bank Aaditya Mattoo, dalam Laporan Ekonomi Bank Dunia untuk Kawasan Asia Timur dan Pasifik edisi Oktober, secara virtual, Selasa (29/8/2020).
Rinciannya kata dia sebanyak 33 juta orang yang seharusnya sudah dapat lepas dari jurang kemiskinan tidak bisa lepas dari kemiskinan akibat pandemi dan 5 juta lainnya terdorong kembali ke dalam garis kemiskinan.
Baca Juga: Potret Keluarga Miskin di Samarinda, Belasan Tahun Tinggal di Kandang Ayam
Selain itu, dampak pandemi terhadap angkatan kerja dan pendapatan dirasakan besar dan tersebar luas. Angka penjualan yang dicapai oleh perusahaan di sebagian negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik mengalami penurunan sebesar 38 hingga 58 persen pada bulan April maupun Mei 2020, dibandingkan dengan di bulan yang sama pada tahun sebelumnya.
"Perusahaan-perusahaan besar tampak mampu pulih lebih cepat daripada usaha berskala kecil dan menengah – dimana UKM lebih rentan terhadap krisis dan kurang begitu mampu untuk beradaptasi dengan menggunakan platform digital," paparnya.
Baik pegawai dengan gaji maupun yang bekerja bagi usaha keluarga mengalami penurunan pendapatan secara signifikan.
Pemerintah negara-negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik telah mengalokasikan rata-rata 5 persen dari nilai PDB-nya untuk meningkatkan sistem kesehatan, membantu rumah tangga menjaga konsumsinya dan membantu perusahaan menghindari kepailitan.
Akan tetapi, beberapa negara mengalami kesulitan untuk memperluas program perlindungan sosialnya yang terbatas, di mana sebelumnya mereka membelanjakan hanya kurang dari 1 persen PDB-nya.
Baca Juga: Happy Hariadi Dituding Tinggalkan Ayah Atta Halilintar saat Jatuh Miskin
Bahkan dengan peningkatan pembelanjaan semacam ini, laporan ini menjumpai bahwa di beberapa negara bantuan pemerintah sejauh ini baru menjangkau kurang dari seperempat jumlah rumah tangga yang pendapatannya terpuruk, dan hanya 10-20 persen perusahaan melaporkan telah menerima bantuan sejak mulai adanya pandemi.