Bank Dunia Ramal Ekonomi RI Minus 2 Persen, Ini Kata Kemenkeu

Selasa, 29 September 2020 | 15:35 WIB
Bank Dunia Ramal Ekonomi RI Minus 2 Persen, Ini Kata Kemenkeu
Ilustrasi resesi ekonomi (Kolase foto/Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2020 akan berada pada kisaran -2,0 sampai dengan -1,6 persen (year on year) yang merupakan pertumbuhan negatif pertama kali dalam dua dekade terakhir.

Publikasi ini sekaligus merevisi perkiraan Bank Dunia sebelumnya (pada Bulan Juni 2020) sebesar 0,0 persen.

Menanggapi hal tersebut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu mengatakan, secara umum outlook Bank Dunia ini masih sejalan dengan asesmen pemerintah terbaru.

"Masih sejalan dengan assesmen terkini yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada dalam rentang -1,7 persen dan -0,6 persen," kata Febrio, Selasa (29/9/2020).

Baca Juga: Ekonomi Tertekan, Warga Banyuwangi Banyak Gadaikan Barang di Masa Pandemi

Di samping World Bank, beberapa institusi internasional lainnya juga telah menyampaikan outlook perekonomian Indonesia 2020 terkini, yakni Bank Pembangunan Asia (ADB) dengan perkirakan sebesar -1,0 persen, dan OECD sebesar -3,3 persen.

Bank Dunia menilai berbagai faktor akibat eskalasi pandemi Covid-19, seperti pembatasan mobilitas, peningkatan risiko kesehatan, dan pelemahan ekonomi global telah memberikan tekanan terhadap permintaan domestik, baik aktivitas konsumsi maupun investasi.

Di sisi lain, kondisi permintaan domestik yang masih relatif lemah tersebut menahan indikator makro lainnya tetap terjaga, yakni inflasi sebesar 2,1 persen dan defisit neraca transaksi berjalan sekitar 1,3 persen terhadap PDB.

Di tahun 2021-2022, Bank Dunia memperkirakan ekonomi Indonesia akan melalui proses pemulihan meskipun masih dibayangi risiko dan tantangan terkait keberhasilan penanganan pandemi Covid-19. Pertumbuhan ekonomi di tahun 2021 diprediksi berada dalam rentang 3,0 sampai dengan 4,4 persen dan di tahun 2022 sebesar 5,1 persen.

Angka perkiraan tersebut mempertimbangkan adanya dampak baseline yang rendah, serta adanya penurunan potensi pertumbuhan -0,6 poin persentase (percentage point) dibandingkan kondisi sebelum pandemi, konsekuensi dari investasi dan produktivitas yang lebih rendah.

Baca Juga: Kunci Pemulihan Ekonomi Adalah Alokasi Anggaran yang Tepat Sasaran

Di samping indikator ekonomi, Bank Dunia juga menunjukkan asesmen indikator kesejahteraan, khususnya angka kemiskinan ekstrim yang diproyeksi kembali meningkat untuk pertama kalinya sejak 2006.

Kemiskinan ekstrim meningkat dari 2,7 persen di 2019 menjadi 3,0 persen di 2020 (berdasarkan garis kemiskinan 1,9 dolar AS perkapita perhari – 2011 PPP).

Sedangkan ambang batas tingkat kemiskinan 3,2 dolar AS dan tingkat kemiskinan 5,5 dolar AS (Paritas Daya Beli/PPP) tidak digunakan oleh BPS untuk mengukur kemiskinan karena pendekatan yang dipakai oleh BPS adalah kemampuan penduduk dalam pemenuhan kebutuhan dasar (Basic Needs Approach).

Menurut rilis BPS, Covid-19 telah menyebabkan angka kemiskinan naik menjadi 9,8 persen di Maret 2020. Angka kemiskinan ini mengembalikan level kemiskinan Indonesia seperti pada dua tahun silam.

Bank Dunia menekankan pentingnya upaya mitigasi pemerintah mengatasi lonjakan angka kemiskinan tersebut.

“Sebagai respon pemerintah, mayoritas masyarakat kelompok 40 persen pendapatan terendah telah mendapat dukungan pemerintah melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), baik dalam bentuk Jaring Pengaman Sosial (JPS), bantuan/pembiayaan usaha, maupun subsidi listrik. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 203,9T atau sekitar 0,9 persen terhadap PDB untuk JPS. Bantuan ini bahkan tidak hanya menyasar masyarakat 40 persen terbawah namun juga kelas menengah yang terdampak melalui berbagai program, seperti Program Kartu Pra Kerja dan Program Padat Karya,” tambah Febrio.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI