Suara.com - Seorang mitra pengemudi Grab, Darajat Hutagalung, mengakui dirinya merasa dirugikan oleh program yang diluncurkan oleh perusahaan transportasi daring asal Malaysia itu. Program Gold Captain Grab Indonesia dilaporkan mitra tersebut tidak memberikan fasilitas yang sesuai dengan yang dijanjikan.
Dalam video yang dibagikan oleh akun Youtube, Tagar TV, pada 18 September 2020 itu Darajat mengatakan dirinya merasa dirugikan karena adanya informasi berbeda yang diterima oleh mitra baik dari brosur dibandingkan dengan yang tertera dalam kontrak.
"Di dalam isi perjanjian itu tidak disebutkan mengenai kepemilikan, hanya sewa-menyewa. Yang paling aneh dalam selebaran yang kami terima, di sana tidak disebut kemitraan," tuturnya seraya menunjukkan brosur rekrutmen yang dikeluarkan oleh PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI) yang notabene adalah afiliasi dari PT Solusi Transportasi Indonesia atau Grab Indonesia.
Selanjutnya, Darajat juga mengaku tidak diizinkan untuk membaca isi kontrak dan tidak diperkenankan menerima salinannya hingga setahun kemudian dengan alasan perjanjian itu perlu mendapat persetujuan dari kantor pusat TPI di Jakarta.
Baca Juga: Isu Merger Grab dan Gojek Muncul di Tengah Kesulitan Softbank
Menurut Darajat, ketertarikan dirinya bersama 29 orang rekan pengemudi lainnya untuk bergabung dalam program Gold Captain Grab Indonesia karena adanya iming-iming kepemilikan mobil setelah lima tahun mencicilnya serta fasilitas kemudahan memperoleh order karena mitra peserta program itu akan diprioritaskan.
Pembayaran cicilan itu dilakukan oleh pihak Grab dengan memotong pendapatan mingguan mitra peserta program.
Namun, sejak bergabung di program itu, Darajat dan rekan-rekannya mengalami banyak kejanggalan, yakni salah satunya tidak langsung menerima 1 unit mobil dikarenakan masih ada uang yang mengendap di dompet kreditnya saat menjadi mitra individu Grab.
Kemudian, kata dia, kontrak itu juga memuat target minimal argo yang lebih besar dari informasi awal, yaitu dari Rp 1.700.000 per minggu menjadi Rp 3.000.000 per minggu.
"Kalau itu kami ketahui dari awal, kami tidak akan ikut program tersebut. Tidak akan ada yang sanggup,” ujarnya dalam video berdurasi 49 menit itu.
Baca Juga: Data Penumpang dan Driver Bocor, Grab Kena Denda di Singapura
Kejanggalan lain yang ditemukan adalah perubahan nama program dari sebelumnya Program Gold Captain menjadi Program Loyalitas. Hal itu ditekankan dalam selebaran yang ditandatangani Ridzki Kramadibarata yang adalah Managing Director Grab saat itu.
Atas kejanggalan itu, Darajat pun membawa kasus ini ke ranah hukum setelah jalur kekeluargaan yang coba ditempuh gagal. Namun alih-alih kasus perdatanya terselesaikan, Darajat bersama mitra pengemudi senasib lainnya justru dituduh menggelapkan mobil Daihatsu Sigra yang diperolehnya dari mengikuti Program Gold Captain Grab Indonesia. Padahal, unit mobil tersebut tidak pernah berusaha disingkirkannya.
Hingga kini, kasus pidana yang dialami Darajat masih dalam proses sementara unit mobil yang diperkarakan telah diambil alih oleh Polda Sumatera Utara.
"Saya lihat ini menyalahi peraturan Kapolri tentang SPDP. Pasal 14 ayat 1 itu menyatakan SPDP diberikan kepada pelapor, dan kepada saya. Saya sudah tiga bulan lebih menjadi tersangka, tapi statusnya tidak jelas. Psikologis saya terganggu. Mobil diambil dan tidak bisa bekerja. Maka kepada Bapak Presiden, terutama kami minta, tolong perhatikan kami ini. Banyak seperti kami ini yang terdzolimi, di daerah-daerah, hingga belasan ribu yang mengeluh. Kami dirugikan Rp 800 ribu per minggu per orang, kalau mengikuti program ini. Jika dikalikan belasan ribu, jadi berapa itu,” ujar Darajat.
Sementara itu, Grab dan PT TPI sendiri belum lama ini diputus bersalah oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) atas kasus pemberian order prioritas kepada mitra yang berada di bawah naungan TPI dibandingkan kepada mitra non-TPI. Kasus ini diadukan oleh mitra non-TPI yang beroperasi di Medan.
Dalam putusannya, KPPU memutuskan PT Solusi Transportasi Indonesia atau yang selama penangangan perkara telah berganti nama menjadi PT Grab Teknologi Indonesia yang adalah pihak Terlapor I, dan PT TPI sebagai Terlapor II terbukti bersalah melanggar Pasal 14 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan denda masing-masing sebesar Rp 7,5 miliar dan Rp 4 miliar, serta Pasal 19 huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dengan denda masing-masing sebesar Rp 22,5 miliar dan Rp 15 miliar.
Tidak puas atas putusan KPPU tersebut, pihak Grab diketahui telah mengajukan banding ke Pengadilan Negeri tapi belum ada putusan hingga kini.
Penyataan Resmi Grab
Pada hari Sabtu, 19 September 2020, kami mengetahui tentang adanya video wawancara virtual pada salah satu kanal Youtube berjudul Driver Mengaku Dizalimi Grab Indonesia mengenai dugaan diskriminasi mitra pengemudi PT Teknologi Pengangkutan Indonesia (TPI).
Sehubungan dengan penayangan video tersebut, kami ingin memberikan penjelasan sebagai berikut:
- Tidak ada perbedaan perlakuan kepada mitra pengemudi Grab baik yang terdaftar di TPI maupun yang terdaftar secara individual. Hal ini sudah kami sampaikan pada Rapat Bersama Dinas Perhubungan Provinsi Sumatera Utara. Kami selalu berupaya menciptakan peluang ekonomi yang setara untuk semua mitra pengemudi kami. Inilah semangat yang kami pelihara ketika kami membangun aplikasi dan layanan Grab dan terus kami pertahankan hingga kini.
- Kami mengedepankan kesejahteraan mitra pengemudi dan memacu mereka untuk selalu berkinerja baik. Terdapat sejumlah program-program yang mendorong perilaku yang memuaskan pelanggan, seperti melalui sistem rating bagi mitra pengemudi dari pelanggan. Dengan sistem ini mitra pengemudi terpacu untuk memperbaiki kinerja dan mempelajari apa yang disukai oleh pelanggan.
- Kami tidak melihat adanya aturan yang dilanggar atau pihak yang dirugikan dalam kerja sama kami dengan TPI apalagi menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat. Kerja sama kami ini dibentuk dengan tujuan sederhana untuk memberi manfaat bagi semua mitra pengemudi kami. Kami menyadari ada banyak mitra pengemudi kami yang ingin mendapatkan manfaat dari platform Grab untuk mendapatkan penghasilan yang jujur, tetapi tidak memiliki sarana berupa
kendaraan, terlebih untuk dapat memiliki mobil pribadi. Oleh karena itu, kami bekerja sama dengan TPI untuk memfasilitasi akses sebagian mitra pengemudi ke layanan penyewaan mobil yang hemat biaya sehingga mereka dapat terus mencari nafkah seperti yang lainnya. Selain mendapatkan penghasilan dari menerima panggilan penumpang via aplikasi, mitra pengemudi TPI mendapatkan fasilitas asuransi kecelakaan, asuransi kesehatan, asuransi jiwa, asuransi
kendaraan, dan pelatihan terpadu, di luar keuntungan sebagai mitra Grab. - Kami mengetahui bahwa di antara Saudara Darajat Hutagalung dan TPI terdapat persoalan hukum yang saat ini telah ditangani oleh penegak hukum yang berwenang, dan karenanya kami menghormati proses hukum yang berlangsung.
- Sementara itu, kami menghormati dan telah mengikuti semua proses persidangan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dalam kasus yang melibatkan TPI dan PT Grab Teknologi Indonesia. Kami tetap pada keyakinan bahwa kerja sama yang kami langsungkan dengan TPI bukan suatu pelanggaran hukum berdasarkan argumentasi dan pembuktian yang kuat dari Grab dan didukung oleh saksi dan ahli yang dihadirkan dalam persidangan.
- Tanpa mengurangi rasa hormat kami terhadap proses pemeriksaan administrasi yang dilaksanakan oleh KPPU, untuk melindungi brand dan reputasi kami dari tuduhan tidak berdasar yang dibuat oleh KPPU, saat ini kami juga telah mengajukan keberatan terhadap putusan KPPU tersebut ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Grab selalu percaya pada peluang ekonomi yang setara untuk semua mitra pengemudinya dan senantiasa berkomitmen untuk mematuhi aturan pemerintah, kementerian dan lembaga-lembaga terkait. Proses hukum yang tengah berjalan tidak akan pernah mengganjal misi kami untuk memberikan manfaat bagi jutaan orang dalam memperoleh peluang penghasilan, memperluas usaha mereka maupun untuk mempermudah kehidupan mereka melalui berbagai layanan pada aplikasi kami terutama dalam masa pandemi saat ini.