Suara.com - Pergerakan nilai tukar rupiah pada Rabu (23/9/2020) ini masih berpotensi melemah terhadap dolar AS. Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra memprediksi, sentimen penguatan dolar AS masih terlihat di pasar keuangan pasca testimoni Gubernur Bank Sentral AS di hadapan Kongres yang mengungkapkan bahwa ekonomi masih penuh ketidakpastian.
Sehingga hal tersebut membuat rupiah berpotensi tertekan terhadap dolar AS hari ini.
Di sisi lain, dari dalam negeri, kepastian resesi juga bisa menjadi tekanan untuk rupiah hari ini.
"Rupiah berpotensi melemah dengan potensi Rp 14.750 - Rp 14.850," ujar Ariston dalam riset hariannya, Rabu (23/9/2020).
Baca Juga: Resesi, Sandiaga Uno: Fokus Penyelamatan Ekonomi Mestinya UMKM
Berdasarkan data Bloomberg, pergerakan rupiah pada Selasa Kemarin (22/9/2020) berada di level Rp 14.785 per dolar AS. Level itu melemah dibanding pergerakan Senin sebelumnya di level Rp 14.700 per dolar AS.
Sementara itu, berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia, rupiah pada Selasa kemarin berada di level Rp 14.782 per dolar AS. Posisi itu melemah dibandingkan pada Senin sebelumnya yang di level Rp 14.723 per dolar AS.
Resesi sepertinya bakal melanda Indonesia, pemerintah menyebut perekonomian masih berat untuk bergerak dari pagebluk virus corona atau Covid-19. Alhasil, proyeksi pertumbuhan diturunkan kembali ke rentang -1,7 persen hingga -0,6 persen sepanjang tahun ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, setidaknya ada 3 faktor pemberat yang membuat gerak ekonomi tak leluasa akibat pandemi Covid-19.
"Keseluruhan -1,7 hingga -0,6 persen. Kontribusi negatif terbesar (adalah) investasi, konsumsi dan ekspor," kata Sri Mulyani dalam konfrensi pers APBN Kita melalui video teleconference di Jakarta, Selasa (22/9/2020).
Baca Juga: 5 Penyebab Resesi, Apakah Akan Terjadi di Indonesia?
Padahal pada Agustus bulan lalu pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini berada direntang -1,1 persen hingga positif diangka 0,2 persen.
Penurunan outlook pertumbuhan ekonomi tahun ini antara lain disebabkan oleh kasus penambahan pasien Covid-19 yang terus meningkat tajam.
"Ini artinya negatif territory akan terjadi pada kuartal III dan mungkin juga masih akan berlangsung untuk kuartal IV, yang kita upayakan bisa mendekati nol atau positif," jelas dia.
Ramalan ini juga sejalan dengan proyeksi berbagai lembaga ekonomi dunia yang menyebut ekonomi Indonesia tahun ini bakal tumbuh negatif.