Suara.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Agustus 2020 telah mencapai Rp 500,5 triliun.
Hal tersebut dikatakan Sri Mulyani saat konfrensi pers APBN Kita melalui video teleconference di Jakarta, Selasa (22/9/2020).
"Posisi Agustus, kita dalam posisi defisit mencapai Rp 500,5 triliun, atau 3,05 persen terhadap PDB (Produk Domestik Bruto)," kata Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini pun menyebut angka defisit ini merupakan yang sangat besar jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mencapai Rp 197,9 triliun.
Baca Juga: Ketua Komisi VII Sebut Rancangan APBN 2021 Realistis
"Situasi ini harus kita jaga meski kondisi dari SBN yield kita mengalami penurunan, namun kita tetap harus berhati-hati," katanya.
Angka defisit tersebut didapat dari belanja negara sebesar Rp 1.534,7 triliun, sementara pendapatan hanya mencapai sebesar Rp 1.034,1 triliun.
Pemerintah menilai perekonomian masih berat untuk bergerak dari pagebluk virus corona atau Covid-19. Alhasil, proyeksi pertumbuhan diturunkan kembali ke rentang -1,7 persen hingga -0,6 persen sepanjang tahun ini.
Sri Mulyani mengatakan setidaknya ada 3 faktor pemberat yang membuat gerak ekonomi tak leluasa akibat pandemi Covid-19.
"Kontribusi negatif terbesar (adalah) investasi, konsumsi dan ekspor," kata Sri Mulyani.
Baca Juga: Menkeu : Realisasi Asumsi Makro APBN 2019 Dipengaruhi Tekanan Berat
Padahal pada Agustus bulan lalu pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun ini berada di rentang -1,1 persen hingga positif di angka 0,2 persen.
Penurunan outlook pertumbuhan ekonomi tahun ini antara lain disebabkan oleh kasus penambahan pasien Covid-19 yang terus meningkat tajam.
"Ini artinya negatif territory akan terjadi pada kuartal III dan mungkin juga masih akan berlangsung untuk kuartal IV, yang kita upayakan bisa mendekati nol atau positif," jelas dia.
Ramalan ini juga sejalan dengan proyeksi berbagai lembaga ekonomi dunia yang menyebut ekonomi Indonesia tahun ini bakal tumbuh negatif.
"Kalau kita lihat institusi yang lakukan forecast ke pertumbuhan ekonomi Indonesia, namun mereka rata-rata memproyeksikan ekonomi Indonesia di 2020 semua di zona negatif, kecuali World Bank yang 0 persen," katanya.