Suara.com - Pandemi Covid-19 di tahun 2020 menimbulkan dampak tidak hanya di bidang kesehatan tetapi juga di bidang ekonomi.
Mengutip dari laman Kementerian Keuangan pada Minggu (13/9/2020), dampak di sektor keuangan pada awal periode pandemi, yaitu Januari hingga April, berakibat dana asing keluar (capital outflow) dari Indonesia total sebesar Rp 159,6 triliun dari pasar saham, SBN, dan SBI.
Kemudian yield SBN 10 tahun sempat menyentuh angka 8,38 persen, cadangan devisa bulanan turun hingga 10 dolar AS miliar pada Maret, dan kredit melambat sebesar 3,04 persen tahun ke tahun pada Mei.
Kesemuanya itu, berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2020 secara tahun ke tahun merosot hingga -5,32 persen. Pemerintah memperkirakan pertumbuhan di tahun 2020 berkisar antara -1,1 persen hingga 0,2 persen.
Baca Juga: Sri Mulyani Ajukan Anggaran Kemenkeu Rp 43 Triliun Untuk Tahun 2021
Belajar dari krisis tahun 1998 dan 2008, pemerintah merespons dengan mengeluarkan kebijakan countercyclical untuk mendorong perekonomian melalui fleksibilitas fiskal, moneter dan sektor keuangan.
Pada kebijakan fleksibilitas fiskal, pemerintah mengeluarkan kebijakan belanja berupa realokasi, refocusing, penambahan anggaran Covid-19 sebesar Rp 695,2 triliun untuk kesehatan dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Selain itu kebijakan perpajakan untuk insentif dunia usaha, kebijakan defisit di atas 3 persen PDB di tahun 2020-2022 dengan UU Nomor 2/2020, pembiayaan penanganan Covid-19 alternatif bekerjasama dengan Bank Indonesia melalui burden sharing.
Untuk kebijakan moneter yang dilakukan BI, suku bunga diturunkan 100bps, quantitative easing, pelonggaran Giro Wajib Minimum dan kebijakan makroprudensial.
Untuk sektor keuangan, pemerintah melakukan restrukturisasi kredit untuk UMKM serta pelonggaran ketentuan mikroprudensial.
Baca Juga: Perppu Reformasi Sistem Keuangan Dikhawatirkan Hanya Akan Membuat Gaduh