Tarif Cukai Industri Hasil Tembakau Naik, Pelaku Usaha Tercekik

Kamis, 10 September 2020 | 17:51 WIB
Tarif Cukai Industri Hasil Tembakau Naik, Pelaku Usaha Tercekik
Tembakau merupakan bahan utama rokok. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan berencana kembali menaikkan cukai Industri Hasil Tembakau (IHT), seiring kebutuhan penerimaan negara pada tahun depan.

Dalam Nota Keuangan RAPBN 2021, penerimaan kepabeanan dan cukai pada tahun 2021 diekspektasikan masih mampu tumbuh hingga 3,8 persen (yoy).

Secara lebih rinci, cukai tembakau ditargetkan naik dari Rp 164,9 triliun ke Rp 172,76 triliun atau naik 4,8 persen.

Kebijakan cukai selalu menjadi tantangan yang membayangi sektor IHT, tekanan kenaikan cukai dan harga rokok di tahun 2020 memberi dampak signifikan pada turunnya IHT.

Baca Juga: Celah Struktur Tarif Cukai Hasil Tembakau Picu Perbuatan Manipulatif

Ditambah lagi dengan imbas pandemi Covid-19 yang belum bisa diatasi sepenuhnya. Rencana kenaikan cukai tahun 2021 menjadi kekhawatiran baru.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan telah merencanakan untuk menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) alias cukai rokok dalam beberapa tahun ke depan.

Kebijakan ditempuh guna mengejar target pembangunan dari sisi fiskal maupun peningkatan daya saing manusia di bidang kesehatan.

Rencana itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan 2020-2024.

Di lain sisi, kebijakan tersebut harus disikapi secara hati-hati. Saat ini, IHT tengah mengalami gejolak imbas pandemi Covid-19 dan kenaikan cukai 23 persen tahun 2019.

Baca Juga: Harga Anjlok, Petani Tembakau Keluhkan Susahnya Jual Hasil Panen

Ketua Umum Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) Budidoyo mengungkapkan, di tengah pandemi covid-19, sektor IHT mengalami tekanan dari beberapa penjuru sekaligus.

Antara lain, lanjutnya, beban kenaikan cukai sebesar 23 persen, serta ketentuan minimum harga jual eceran (HJE) yang naik sebesar 35 persen. 

"Industri ini di tengah pandemi mendapatkan tekanan luar biasa, hal ini akan berdampak kepada lebih dari 5 juta pekerja di sektor ini," ungkap Budidoyo dalam seminar online Tobacco Series#3, Kamis (10/9/2020). 

Merujuk rencana kebijakan cukai dan strategi penerimaan negara pada 2021, AMTI merisaukan dampak lebih dalam terhadap sektor IHT.

"Ada petani yang sudah membakar daunnya. Sudah ada yang mencabut pohonnya, ini mereka frustrasi. Pemerintah harus memberikan harapan yang baik, belum kepada nasib tenaga kerja. Tekanan yang diterima industri pun bukan hanya itu, ada juga dorongan ratifikasi FCTC dan revisi PP 109/2012. Ditambah kenaikan cukai, situasi industri ini digambarkan melalui istilah dipoyok, dilebok," ungkap Budidoyo.

Lebih jauh dari itu, sektor tembakau  memiliki peran vital dalam perekonomian dan tenaga kerja.

Saat ini, sebagaimana data Kementerian Pertanian (Kementan), luas areal tanaman tembakau pada 2020 diproyeksikan mencapai 198.561 hektar dengan volume produksi sebanyak 212.215 ton.

Struktur pasar rokok saat ini terdiri dari 73 persen merupakan sigaret kretek mesin (SKM), 22 persen sigaret kretek tangan (SKT), dan 5 persen sigaret putih mesin (SPM).

Secara total, serapan tenaga kerja pada industri tembakau di sektor manufaktur dan distribusi produk tembakau mencapai 5,9 juta orang, terdiri dari 1,7 juta orang di perkebunan, 4,28 juta pekerja sektor manufaktur dan distribusi.

Berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker), mayoritas pekerja pada industri hasil tembakau atau IHT didominasi perempuan berusia muda dan paruh baya, dengan strata pendidikan yang rendah.

Oleh karena itu, menyikapi arah kebijakan cukai, Kemenaker mengingatkan harus diputuskan secara hati-hati mengingat dampaknya yang bersifat efek domino.

"Ada pabrik atau perusahaan yang sudah tidak bisa membayar tenaga kerja, padahal industri tembakau ini sangat membantu ekonomi keluarga di mana banyak ibu dan kaum perempuan jadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai buruh di pabrik tembakau," ungkap Kasubdit Hubungan Kerja Direktorat Persyaratan Kerja Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Ketenagakerjaan Sumondang yang menjadi salah satu narasumber diskusi.

Keseimbangan

Perwakilan dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Sarno selaku Kepala Sub Bidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu mengamini sektor IHT berkontribusi besar terhadap penerimaan negara.

"Terlebih di tengah pandemi, sewaktu penerimaan pajak hingga kepabeanan yang menurun, penerimaan cukai justru tetap bertumbuh. Cukai tumbuh 3,7 persen, paling besar sekitar 80 persen adalah cukai rokok yang sepanjang semester pertama tahun ini sudah mencapai Rp85 triliun lebih," kata Sarno.

Dia mengungkapkan pemerintah menyadari peran penting IHT bagi perekonomian, sehingga setiap kebijakan terkait disusun dengan tujuan mencapai keseimbangan.

Pelibatan berbagai kementerian telah dilakukan, bahkan untuk kebijakan pun harus melalui Ratas [Rapat Terbatas], kata Sarno.

Hal senada juga dilontarkan Analis Kebijakan Madya Direktorat Teknis dan Fasilitas Cukai  Bea Cukai Kemenkeu Hary Kustowo.

Menurutnya, pemerintah berupaya keras menciptakan keseimbangan antara kondisi industri IHT, komitmen pro kesehatan, dan kesinambungan penerimaan negara.

"Tidak bisa memang salah satunya yang dominan, di tengah kami juga harus mengejar target cukai yang telah ditetapkan. Kenaikan cukai tinggi ini dampaknya juga rokok ilegal, sulit untuk diberantas apabila sudah masif," simpul Hary.

Di lain sisi, Hendratmojo Bagus Hudoro Direktur Tanaman Semusim dan Rempah Kementerian Pertanian mengakui imbas kenaikan cukai maupun minimum HJE berimbas langsung kepada sisi hulu IHT, yakni para petani.

Menurutnya, dengan kenaikan cukai dan harga rokok, membuat penyerapan tembakau di sisi petani tidak optimal dan membuat ketidakpastian harga.

Dengan menghitung dampak luas hingga sisi hulu sektor pertanian, maka perlu ditemukan keseimbangan dan solusi yang sinergis. Penurunan produksi IHT berkorelasi dengan penyerapan bahan baku tembakau dan cengkeh, tegasnya.

Di tengah banyaknya tarik menarik kepentingan kebijakan dalam IHT, Pemerintah juga menyatakan tengah berupaya menyusun peta jalan kebijakan yang komprehensif mengatur IHT.

“Untuk mengatur IHT tidak bisa melihat secara parsial, harus keseluruhan rantainya. Semua pihak harus dilibatkan pada proses penyusunan peta jalan IHT. Saat kesepakatan tentang peta jalan sudah dicapai maka penting untuk semua pihak untuk komitmen menjalankan, pihak industri maupun kesehatan. Mempertimbangkan tekanan yang luar biasa pada IHT di tahun ini maka kami berharap tidak ada kenaikan cukai tembakau di tahun 2021”, tutup Budidoyo 

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI