Suara.com - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengatakan, meski ekonomi Indonesia dipastikan akan masuk dalam jurang resesi, bukan berarti negara akan runtuh.
Hal tersebut dikatakan Sri Mulyani saat menjawab pertanyaan wartawan, perihal peluang ekonomi Indonesia pada kuartal III mendatang apakah akan tumbuh negatif atau positif.
"Artinya kita masih kemungkinan. Kalau belanja pemerintah diakselerasi konsumsi dan investasi belum masuk zona positif, karena aktivitas masyarakat sama sekali belum normal, secara teknikal kuartal III ini kita di zona negatif, maka resesi terjadi," kata Sri Mulyani di Gedung DPR RI, Senin (7/9/2020).
Jika situasi ini benar-benar terjadi, bekas Direktur Pelaksana Bank Dunia ini lantas mengatakan bukan berarti kondisi ekonomi menjadi buruk.
Baca Juga: Hidayat Nur Wahid : Bansos Dorong Konsumsi Antisipasi Dampak Resesi
Pasalnya, pelemahan yang terjadi tidak sedalam yang terjadi pada kuartal II 2020, di mana kontraksinya mencapai 5,32 persen.
"Namun tidak berarti kondisinya sangat buruk, karena kontraksinya lebih kecil dan berangsur pulih di bidang konsumsi. Investasi melalui dukungan belanja pemerintah diakselerasi cepat dan berharap ekspor mulai baik," katanya.
"Karena satu bulan terakhir terjadi kenaikan cukup baik, maka bisa berharap pertumbuhan ekonomi di kuartal III lebih baik dibanding kuartal II yang kontraksi cukup dalam 5,3 persen. Meski demikian, dibanding negara lain kontraksi jauh sangat dalam," tambahnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III masih akan tumbuh negatif, .
Itu disebabkan kegiatan ekonomi selama periode tersebut masih rapuh akibat pandemi virus corona covid-19.
Baca Juga: Resesi Menanti Indonesia, Masih Aman Nggak Ya Untuk Investasi?
Sementara kuartal IV, dirinya juga mengatakan pertumbuhan ekonomi diprediksi masih belum stabil.
Dia memprediksi, pada 3 bulan terakhir tahun 2020, pertumbuhan ekonomi masih akan di bawah netral.
"Kuartal IV masih dalam zona sedikit di bawah netral," kata Sri Mulyani.
Dengan prediksi tersebut, sepanjang tahun ini diperkirakan pertumbuhan ekonomi akan minus 1,1 persen hingga ke arah positif 0,2 persen.
Sedangkan 0,2 persen mengasumsikan di kuartal III dan terutama di kuartal IV menujukkan recovery atau perbaikan, tapi hasilnya untuk mengompensasi kontraksi yang dalam pada kuartal II.
Meski memperkirakan tumbuh negatif, Sri Mulyani akan tetap mendorong kinerja konsumsi dan investasi, demi menyelamatkan ekonomi dari kejatuhan yang lebih dalam lagi.
"Kunci utama konsumsi dan invetasi, kalau tetap negatif meski pemerintah sudah all out maka akan sulit masuk netral di tahun ini," ucapnya.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 yang tumbuh negatif 5,32 persen merupakan angka pertumbuhan terendah sejak tahun 1999 atau saat Indonesia mengalami krisis moneter (krismon).
Jika dibandingkan secara tahunan, angka pertumbuhan ini mengalami kontraksi yang cukup hebat, pasalnya di kuartal II tahun lalu pertumbuhan masih cukup baik yakni diangka 5,07 persen.