"Kemenko Perekonomian tidak/belum cukup hanya menginisiasi pembahasan dengan Kementerian terkait, namun perlu lebih aktif mengkoordinasikan kebijakan dalam melakukan penyusunan roadmap IHT yang berkeadilan," papar Susiwijono dalam webinar yang digelar Akurat.co, Minggu (6/9/2020).
Menurutnya, kebijakan lain yang juga perlu segera dirumuskan bersama, terkait dengan strategi, Penurunan Prevalensi (Fiskal dan Non Fiskal), Penanganan Kelompok Terdampak (Petani, Industri HT Kecil dan Pekerjanya), Pengalihan Produk Alternatif Hasil Tembakau Lainnya dan lain-lain.
Sementara itu, Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Direktorat Jenderal Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengklaim, tujuan layer cukai diberlakukan sampai 10 layer semata-mata untuk menjamin keadilan money value-nya sama. Sehingga, kebijakan cukai yang diterapkan sampai saat ini sudah condong lebih berat ke arah pengendalian.
"Format kebijakan cukai saat ini sudah mengakomodir semua kepentingan. Di satu sisi kita harus perhatikan penerimaan, secara nominal target penerimaan cukai cenderung meningkat (sekitar Rp10 triliun per tahun). Kontribusi terhadap penerimaan negara di APBN berada dikisaran 9-10 persen," imbuhnya.
Masih dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Gappri Henry Najoan mengatakan, peta jalan (roadmap) industri hasil tembakau (IHT) harus adil dan komprehensif. Apalagi mengingat sifatnya untuk saat ini bersifat mendesak untuk segera dirancang.
"Kenapa mendesak? IHT memberikan manfaat signifikan bagi negara 10 persen dari pendapatan negara. Kami juga di industri ini memberikan lapangan kerja yang beredar dari hulu dan hilir," jelasnya.
Bahkan sebelum adanya pandemi, Henry mengaku bahwa IHT sudah mengalami kontraksi 15-20 persen. Bahkan penurunan tersebut setelah adanya pandemi diperkirakan anjlok lebih parah lagi.
"Dengan adanya situasi pandemi dan excess kenaikan cukai 2020 kami akan perlu pemulihan dua tahun," tukasnya.
Baca Juga: Perlukah Indonesia Lanjutkan Kebijakan Penyederhanaan Struktur Tarif Cukai