Suara.com - Pemerintah berencana untuk menghapus bahan bakar minyak (BBM) tak ramah lingkungan seperti Premium. Rencananya, daerah Pulau Jawa, Madura, Bali yang terlebih dahulu BBM jenis Premium dihapus.
Menurut Pengamat Energi, Komaidi Notonegoro, masyarakat bakal mengikuti arahan pemerintah untuk tak mengkonsumsi BBM jenis Premium, asalkan pemerintah tegas dan konsisten menghapus BBM jenis Premium tersebut.
"Masyarakat kita umumnya nurut dan pemaaf. Jika pemerintah tegas ya pasti akan ikut," ujar Komaidi saat dihubungi Suara.com, Jumat (4/9/2020).
Komaidi menilai, pemerintah selama ini tak konsisten dalam menerapkan kebijakan penghapusan BBM Premium. Sebab, pada 2014 pemerintah lewat Perpres 191 tahun 2014, pendistribusiian BBM Premium hanya untuk daerah di Pulau Jawa, Madura, Bali.
Baca Juga: Pengamat Energi Setuju BBM Premium Dihapus dari SPBU Pertamina
Dengan kebijakan itu, konsumsi premium sempat turun dari 12 juta kilo liter menjadi 6 juta kilo liter.
Sayangnya, lanjut Komaidi, menjelang pilpres Perpres 191/2014 direvisi dengan Perpres 43/2018 dan Premium disediakan lagi di Jawa Madura Bali.
"Akibatnya Premium yang sudah sempat turun konsumsinya ke 6 juta Kilo liter naik lagi di kisaran 11 juta kilo liter," ucap Komaidi.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif menanggapi terkait dengan adanya rencana penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) tak ramah lingkungan seperti Premium.
Arifin menuturkan, program penghapusan Premium dan digantikan Pertalite untuk mengurangi polusi udara.
Baca Juga: CEK FAKTA: Benarkah Pertamina Akan Hapus Premium dan Pertalite?
Apalagi, ditambah dengan aturan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kesehatan yang menganjurkan penggunaan BBM ramah lingkungan.
"Pertalite dan Premium memang dengan persyaratan Kementerian Lingkungan Hidup ini kita dipacu bisa menyediakan energi bersih. Norway sudah beri kompensansi penghematan co2. Salah satu program ganti premium dengan pertalite agar bisa mengurangi masalah polusi ini," ucap Arifin dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/9/2020).
Selain itu, Arifin mengungkapkan, saat ini hanya ada hitungan jari negara yang masih mengkonsumsi premium. Bahkan, Indonesia negara besar yang masih menggunakan premium.
"Premium cuma ada lima negara yang masih menggunakan, dan Indonesia salah satu negara besar yang masih menggunakan premium ini," imbuh dia.