Suara.com - Pemerintah dan DPR bersepakat mengubah besaran bea meterai yang biasanya Rp 3.000 dan Rp 6.000 menjadi Rp 10.000 pada tahun depan.
Selain itu pemerintah juga akan mengenakan Bea Meterai untuk dokumen digital atau elektronik.
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pun memprediksi potensi penerimaan negara akan bertambah sekitar Rp 5 triliun atas pengenaan bea meterai untuk dokumen digital.
"Kami bisa dapat dari dokumen elektronik itu Rp 5 triliun tahun 2021," kata Direktur Perpajakan I DJP Arif Yanuar di gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (3/9/2020).
Baca Juga: Harga Materai Akan Naik Jadi Rp 10 Ribu, Berlaku Mulai 1 Januari 2021
Yanuar menyebut, aturan pengenaan bea meterai untuk dokumen digital selama ini belum ada aturannya.
Makanya, merevisi Undang-Undang Nomor 13/1985 tentang Bea Meterai menjadi sangat penting dilakukan.
Hari ini pun, RUU Bea Meterai tersebut telah disepakati dalam pembahasan tingkat I dan akan berlanjut pada pembahasan tingkat II di sidang paripurna DPR.
"Kan dulu tak kena (pengenaan Bea Meterai untuk dokumen digital)," katanya.
"Karena dulu UU nya mengatakan dokumen adalah kertas. Dokumen untuk kertas, (sekarang) termasuk dokumen elektronik," tambahnya.
Baca Juga: Gara-gara Bohongi Almarhum Ayahnya, Raffi Ahmad Bikin Surat Pakai Materai
Pemerintah mulai tahun depan bakal mengenakan Bea Meterai untuk setiap dokumen digital yang akan diterbitkan.
Pasalnya selama ini aturan pengenaan bea meterai buat dokumen digital belum memiliki aturan yang jelas.
"Dalam UU ini sejalan dengan makin berkembangnya teknologi, di mana banyak dokumen dilakukan digital, maka di dalam RUU ini sudah dimasukkan perkembangan tersebut," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis (3/9/2020).
Asal tahu saja, Pemerintah dan DPR telah sepakat untuk merevisi Undang-Undang (UU) Bea Meterai. RUU Bea Meterai kali ini akan menggantikan UU No. 13/1985 tentang Bea Meterai.
Hari ini, RUU tersebut telah disepakati dalam pembahasan tingkat I dan akan berlanjut pada pembahasan tingkat II di sidang paripurna DPR.
Salah satu poin penting dari RUU ini adalah soal perubahan tarif Bea Meterai, dimana pemerintah menghapus tarif Bea Meterai Rp 3.000 dan Rp 6.000 menjadi single tarif Rp 10.000.
Selain itu, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan amandemen UU ini perlu dilakukan karena hampir 34 tahun UU ini belum ada perubahan.
"Penyesuaian tarifnya dari 3 ribu 6 ribu jadi 10 ribu single tarif, itu selama 34 tahun karena tidak pernah ada penyesuaian, jadi ini kita melakukan penyesuaian," katanya.
Ada pula ketentuan mengenai sanksi administratif maupun pidana terhadap ketidakpatuhan dan keterlambatan pemenuhan kewajiban pembayaran bea meterai.
Menurutnya, sanksi juga dijatuhkan terhadap pelaku pengedaran atau penggunaan materai palsu dan materai bekas pakai.
Sri Mulyani memastikan RUU Bea Meterai tetap memihak usaha kecil dan menengah karena tidak perlu membayar bea meterai untuk dokumen bernilai di bawah atau sama dengan Rp 5 juta. Pada ketentuan yang lama, dokumen di atas Rp 1 juta wajib membayar bea materai.
"Dan untuk dokumen yang nilainya di bawah Rp 5 juta tidak gunakan bea meterai. Ini sesuatu yang dianggap pemihakan. Selain itu, juga untuk hal hal sifatnya penanganan bencana alam dan non komersial itu juga dikecualikan dalam penggunaan bea meterai, dapatkan fasilitas pengecualian."