Suara.com - Beberapa ekonom mengkhawatirkan langkah pemerintah yang hendak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undangan atau Perppu Reformasi Sistem Keuangan.
Salah satu aturan yang muncul adalah peran pengawasan perbankan nasional akan dikembalikan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI) serta ke Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) lewat Perppu tersebut.
Ekonom senior INDEF, Faisal Basri mengatakan, akar permasalahan yang terjadi pada sistem keuangan nasional adalah masalah fiskal dan kementerian teknis yang tidak begitu baik memutar roda perekonomian.
"Please, masalahnya ini di fiskal dan kementerian teknis, tapi ini kok moneter yang di obok-obok," kata Faisal dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (3/9/2020).
Baca Juga: Reformasi Sistem Keuangan, Ekonom Sebut Orde Baru Datang Lagi
Menurut dia BI adalah lembaga negara yang independen bebas campur tangan pemerintah dan atau pihak-pihak lainnya, hal ini pun sudah sesuai dengan UU yang berlaku.
"Bank Sentral, kedudukan kewenangan tanggung jawab dan independensinya diatur dengan undang-undang nomor 23 tahun 1999 pasal 4 ayat 2," katanya.
Faisal juga mengkritik rencana pemerintah yang juga berencana menerbitkan Perrpu tentang LPS agar dana yang dihimpun LPS bisa digunakan untuk menyuntik likuiditas kepada perbankan.
"Sektor perbankan sektor keuangan ini yang akan dijadikan semacam apa ya kawah candradimuka akan diperah habis-habisan ini," kata Faisal.
Sebelumnya, Staf Ahli OJK Ryan Kiryanto mengatakan jika aturan ini benar dilakukan pengawasan sektor jasa keuangan tidak akan selaras karena pengawasan dan kebijakan yang berbeda.
Baca Juga: OJK Ungkap Kemungkinan Terburuk soal Perppu Reformasi Sistem Keuangan
"Mungkin potensi miss komunikasi, miskoordinasi, bahkan disharmonisasi itu berpotensi terjadi," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (2/9/2020).
Ryan menjelaskan, poin penting berdirinya OJK adalah pengawasan da pembuat kebijakan yang seirama agar tidak terjadi krisis di sektor perbankan. Hal yang terjadi pada 2008 lalu.
"Pengawasan jasa keuangan yang sifatnya terintegrasi, jadi ini yang dimiliki OJK. Sehingga sejak berdirinya OJK kita bisa melihat kondisi sistem keuangan di Indonesia masih bisa dijaga dengan baik," tambahnya.
Ketika ditanya lebih lanjut soal Revisi Undang-Undang nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI), Ryan enggan menanggapi karena dianggap ranah politik.
"Kami memandang bahwa itu domain politik, jadi kita tidak masuk ke ranah sana. Kita masuk ke zona pengawasan terintegrasi. Bagi OJK tentu sampai hari ini kita masih solid menjalankan tupoksi kita," pungkasnya.