Suara.com - Pemerintah ternyata menyiapkan perppu atau peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk reformasi sistem keuangan.
Salah satu aturan yang muncul adalah peran pengawasan perbankan nasional akan dikembalikan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Bank Indonesia (BI).
Menanggapi hal ini, ekonom senior INDEF Dradjad H Wibowo geleng-geleng kepala. Menurutnya, kalau perppu ini benar-benar terbit, bisa-bisa membahayakan stabilitas sistem keuangan dan moneter Indonesia itu sendiri.
Pasalnya, kata dia, dalam perppu itu ada rencana independensi otoritas moneter dan pengawasan jasa keuangan yang akan dipangkas. Pemangkasan ini yang jadi polemik.
"Dengan perppu ini maka gubernur BI akan dengan mudah diberhentikan. Begitu juga Komisioner OJK. Eksekutif akan bisa masuk ke kebijakan moneter,” kata Dradjad dalam diskusi virtual, Rabu (2/9/2020).
Dirinya mengakui tak habis pikir terhadap latar belakang orang yang mengusulkan perppu ini. Sebab, independensi sektor keuangan menjadi hal yang mutlak di dalam negara demokrasi.
"Independensi ini penting supaya para pelaku bisnis ini tidak melihat kebijakan monter dan keuangan sebagai kebijakan karena intervensi politik," katanya.
Bahkan, "Keuangan itu ibarat aliran darah. Kalau aliran darah keracunan politik, maka tubuhnya akan sakit,” katanya.
Sementara itu, Staf Ahli OJK Ryan Kiryanto mengatakan, kalau aturan ini benar dilakukan, pengawasan sektor jasa keuangan tidak akan selaras karena pengawasan dan kebijakan yang berbeda.
Baca Juga: OJK Ungkap Kemungkinan Terburuk soal Perppu Reformasi Sistem Keuangan
"Mungkin potensi miss komunikasi, miskoordinasi, bahkan disharmonisasi itu berpotensi terjadi," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Rabu (2/9/2020).