Tahun Depan, Pemerintah Targetkan Transaksi Nontunai Nirsentuh Jalan Tol

Selasa, 01 September 2020 | 17:46 WIB
Tahun Depan, Pemerintah Targetkan Transaksi Nontunai Nirsentuh Jalan Tol
Ilustrasi jalan tol. (Dok : PUPR)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hedy Rahadian, mengatakan, pemerintah akan menggunakan teknologi transaksi tol nontunai berbasis nirsentuh (Multilane Free Flow/MLFF) di seluruh ruas jalan tol di Indonesia, mulai tahun depan.  MLFF merupakan tujuan terakhir transaksi tol nontunai, dimana pembayaran tol dilakukan pada kecepatan tempuh normal (tanpa berhenti atau melambat). 

“Akhir tahun ini sudah akan kita lelang, tahun depan sudah bisa diterapkan. Ini akan sangat menolong operasional di jalan tol,” terang Hedy, beberapa waktu lalu.

Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hedy Rahadian. (Dok : PUPR)
Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Hedy Rahadian. (Dok : PUPR)

Menurutnya, penerapan MLFF memiliki kelebihan, diantaranya tidak perlu berhenti untuk transaksi, tidak ada antrean akibat transaksi di gerbang tol, kemudahan interoperabilitas dan pembagian pendapatan antar badan usaha jalan tol, efisiensi biaya operasional dan ramah lingkungan.

Mengenai progres pembangunan jalan tol di Indonesia, Hedy menilai, saat ini konstruksi jalan bebas hambatan sudah berjalan pada jalur yang tepat. Berdasarkan data Ditjen Bina Marga, pada 2015-2019, pembangunan jalan tol terjadi sepanjang 1.298 kilometer. Jumlah tersebut berhasil melampaui target yang ditetapkan sebelumnya, yang sepanjang 1.027 kilometer.

Baca Juga: Bina Marga Menilai Perlu Kebijakan yang Berpihak pada Preservasi Anggaran

Pembangunan jalan tol secara masif di Indonesia merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan indeks daya saing nasional dan indeks performa biaya logistik nasional. Hedy mengatakan, saat ini secara umum, untuk menempuh jarak 100 kilometer dibutuhkan waktu rata-rata selama 2,5 jam. Kondisi tersebut masih kalah dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand.

“Untuk itu, pemerintah berupaya keras menekan rata-rata waktu perjalanan 100 kilometer tersebut menjadi di bawah 2 jam, bahkan kalau memungkinkan di kisaran 1,5 jam seperti di Malaysia,” lanjutnya.

Untuk mencapai target tersebut, Hedy menjalankan strategi, diantaranya menjadikan jalan tol sebagai tulang punggung jalur logistik nasional. Hal tersebut didasarkan pada kondisi jalan nasional non tol yang masih mengalami banyak kendala, sehingga belum optimal dalam upaya mempercepat waktu tempuh rata-rata perjalanan di Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI