Suara.com - Rencana pemerintah memberikan tambahan uang pulsa sebesar Rp 200 ribu untuk para Pegawai Negeri Sipil (PNS) hanya tinggal menunggu tanda tangan dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan aturan tersebut kini sedang menunggu penetapan resminya dari Sri Mulyani.
"Ibu sudah setuju tapi tinggal penetapan saja," kata Askolani di Komisi XI DPR RI, Jakarta, Rabu (26/8/2020).
Pemberian uang pulsa bagi para PNS sebetulnya bukan barang baru. Sebab, pemerintah pernah memberikan insentif sebesar Rp 150 ribu per PNS, namun untuk menunjang kinerja mereka bekerja dari rumah, pemerintah menambah besaran manfaatnya sebesar Rp 50 ribu.
Baca Juga: PNS Dapat Uang Pulsa Rp 200 Ribu Supaya Rajin Zoom, Kantor Kamu Gimana
Meski begitu kata dia, kebijakan pemberian pulsa itu juga dikembalikan lagi kepada masing-masing Kementerian dan Lembaga (K/L) terkait PNS mana yang berhak diberikan fasilitas pulsa. Kemenkeu hanya memberikan pedoman standar biaya.
"Tergantung dari K/L-nya, kan sekarang belanja banyak dihemat. Jadi itu supaya kinerja dia tetap optimal. Enggak ada alasan, enggak bisa rapat sama K/L lain," tambahnya.
Untuk anggarannya juga menggunakan anggaran masing-masing kementerian dan lembaga. Sehingga dengan adanya kebijakan kenaikan pemberian pulsa, kementerian dan lembaga bisa melakukan realokasi anggarannya.
Uang Pulsa
Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan tunjangan bantuan pulsa buat PNS merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mendorong realisasi belanja barang yang terkontraksi 17 persen (yoy) akibat kebijakan pembatasan sosial dan WFH.
Baca Juga: Rapat Paripurna DPR APBN Nota Keuangan
“Sekarang ini banyak K/L dan pegawai ASN yang harus melakukan kegiatan WFH. Jadi kita memberikan dukungan kalau memang direalokasi dalam bentuk tunjangan untuk pulsa," katanya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menambahkan anggaran yang akan digunakan telah ada di pos belanja barang untuk K/L yang seharusnya digunakan untuk kegiatan perjalanan, tetapi tidak bisa karena Covid-19.
"Belanja barang yang tadinya diperkirakan berbagai aktivitas tidak berjalan, namun menimbulkan biaya baru, kita bisa ubah dan mendukungnya agar tidak terjadi misalokasi," pungkasnya.