Sri Mulyani Sewot Gara-gara Penyerapan Anggaran PEN Masih Minim

Senin, 24 Agustus 2020 | 15:04 WIB
Sri Mulyani Sewot Gara-gara Penyerapan Anggaran PEN Masih Minim
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (kemenkeu.go.id)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Penyerapan anggaran program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) akibat pandemi virus corona atau Covid-19 ternyata masih sangat minim sekali. Alhasil, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun sedikit sewot.

Sri Mulyani mengungapkan dalam keseluruhan penyerapan anggaran program PEN, tidak semuanya bisa dilakukan dengan cepat dan tepat karena memiliki tantangan tersendiri.

"Kami melihat program yang desainnya simpel dan sudah memiliki existing maka bisa dieksekusi cepat, seperti pemberian bansos PKH, kartu sembako bisa cepat. Namun apabila belum, dan merupakan program usulan baru, kami melihat ada yang betul-betul sangat challenging sehingga eksekusinya butuh waktu," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, Senin (24/8/2020).

Dari data Kementerian Keuangan, hingga 19 Agustus 2020 realisasi anggaran Program PEN baru mencapai Rp 174,79 triliun. Realisasi anggaran tersebut baru sekitar 25,1 persen dari pagu Rp 695,2 triliun.

Baca Juga: Guru Honorer Akan Dapat Gaji Tambahan Rp 600 Ribu, Ini Kata Sri Mulyani

Jika ditelisik lebih jauh lagi data tersebut, realisasi insentif atau bantuan untuk sektor korporasi maupun dunia usaha non UMKM penyerapannya relatif rendah atau masih di bawah 15 persen.

Insentif untuk dunia usaha, misalnya, dari pagu yang dialokasikan pemerintah senilai Rp 120,6 triliun, penyerapan anggaranya masih di angka Rp 17,23 triliun atau 14,3 persen.

Tak hanya itu, program pembiayaan korporasi sampai hari ini realisasinya masih 0 persen. Padahal alokasi yang disiapkan pemerintah untuk pembiayaan korporasi senilai Rp 53,57 triliun.

Sementara itu realisasi dari sektor kesehatan sebesar Rp 7,36 triliun dari pagu Rp 87,5 triliun. Sementara untuk perlindungan sosial, realisasinya mencapai Rp 93,18 triliun atau 49,7 persen dari pagu Rp 203,91 triliun.

Untuk sektoral Kementerian Lembaga atau K/L dan Pemerintah Daerah dalam baru mencapai 13,1 persen dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Angka itu setara dengan Rp 12,40 triliun dari pagu sebesar Rp 106,05 triliun.

Baca Juga: CEK FAKTA: Benarkah Sri Mulyani Berjilbab sebagai Kode Pilkada Sudah Dekat?

"Sehingga eksekuasi butuh waktu ini yang oleh Presiden minta K/L dalam buat dan desain program harus sesimpel dan akuntabel. Kendala awal data, baik data belum tersedia atau tersedia belum update terutama ketepatan nama, address dan kalau ada hubunganya dengan transfer no account dari tujuan tidak selalu tersedia," keluh Sri Mulyani.

Sri Mulyani pun mulai ketar-ketir dengan masih seretnya serapan anggaran yang dilakukan sejumlah Kementerian/Lembaga (K/L) pasalnya dari data yang ia miliki tak ada satupun serapan anggaran yang membuat dirinya senang.

Jika kondisi ini tak berubah, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III kata dia makin akan tertekan.

"Kuartal III jadi kunci agar bisa kurangi kontraksi dan menghindari techincal recession, 2 kuartal negatif berturut-turut," kata Sri Mulyani.

Untuk menggenjot belanja modal, Sri Mulyani mengatakan terus berbenah, salah satu cara yang dilakukan adalah mendukung dan membantu perubahan Daftar Isian Pelaksana Anggaran atau DIPA di setiap K/L yang mengusulkan.

"Kita juga terus melakukan perbaikan untuk membantu seluruh K/L dalam percepat penggunaan PEN maupun K/L dengan mendukung dan membantu perubahan DIPA bila dibutuhkan," katanya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menyebut, untuk menyelamatkan ekonomi dari pandemi, dibutuhkan kerja yang luar biasa dan all out oleh semua pihak. Makanya dirinya berpesan kepada seluruh K/L untuk mempercepat belanja anggaran mereka.

"Meski dilihat kuartal II kalau lihat konsumsi investasi cukup menantang untuk dipulihkan, dibutuhkan kerja all out semua pihak, pemerintah gunakan seluruh instrumen untuk akselerasi di konsumsi investasi dan ekspor," katanya.

Diharapkan dengan cara tersebut belanja pemerintah mampu menjadi instrumen untuk memperbaiki kinerja konsumsi rumah tangga dan pembentukan modal tetap bruto (PMTB) atau investasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI