Suara.com - Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto menyatakan, penyelenggaraan angkutan laut di Indonesia masih dihadapi oleh berbagai tantangan, ditambah lagi dengan adanya Covid-19 menjadikan kinerja pelayaran semakin sulit.
Karena itu, kolaborasi antara pelayaran, pemerintah, OJK, dan perbankan perlu ditingkatkan guna menghadapi kondisi ini.
Ia menuturkan kolaborasi atau kerja sama yang bisa ditingkatkan salah satunya adalah mengenai restrukturisasi pinjaman bagi perusahaan pelayaran nasional.
"Melalui kerja sama ini, diharapkan dapat saling memberikan keuntungan dan bermanfaat bagi semua pihak," kata Carmelita dalam sebuah diskusi secara online, yang ditulis Kamis (20/8/2020).
Baca Juga: Terekam CCTV, Begini Detik-detik Bos Pelayaran Tewas Diberondong Tembakan
Sementara itu, Ketua Yayasan INSA Manunggal yang juga Ketua Umum Asosiasi Emiten Indonesia Theo Lekhatompesy mengungkapkan, kondisi pelayaran nasional saat ini persaingannya sudah sangat kompetitif, sehingga hal yang sangat dibutuhkan adalah pendanaan yang kompetitif bukannya investasi asing.
"Paling tidak berikan equal treatment sebagaimana negara lain memberdayakan industri pelayarannya. Dengan begitu industri pelayaran nasional bisa bersaing dengan pelayaran global," ucap Theo.
Menurutnya, stimulus dari pemerintah/OJK, dan perbankan memang diperlukan untuk melestarikan cabotage sesuai dengan amanah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.
Pada Pasal 57 UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran disebutkan bahwa pemberdayaan industri angkutan perairan nasional wajib dilakukan oleh pemerintah salah satunya dengan memberikan fasilitas pembiayaan dan perpajakan.
Di masa pandemi Covid-19 ini, papar Theo, upaya yang dilakukan perusahaan pelayaran dalam jangka pendek adalah lebih memilih struktur pembiayaan dengan kredit modal kerja. Sedangkan dalam jangka panjang, perusahaan lebih memilih struktur pembiayaan dengan pembiayaan berjangka.
Baca Juga: Pengusaha Pelayaran Tagih Keringanan dari Pemerintah
Dari hasil survey yang dilakukan INSA, lanjut Theo, sebanyak 62 persen perusahaan mengalami kesulitan memenuhi kewajiban kredit saat pandemi Covid-19. Kendala utama yang dihadapi adalah bayar bunga pinjaman dan bayar pokok pinjaman.