Suara.com - Jawa Tengah berhasil memproduksi panen padi 9.655.654 ton gabah kering giling (GKG), pada tahun 2019. Jumlah tersebut setara dengan produksi beras 5.523.969 ton beras.
Untuk prestasinya ini, Jateng memperoleh penghargaan sebagai daerah dengan tingkat produksi beras terbanyak se-Indonesia tahun 2019. Penghargaan diserahkan langsung Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo, tepat pada HUT ke-75 Republik Indonesia, Senin (17/8/2020).
Adapun luas tanam pada tahun tersebut seluas 1.692.546 hektare dan luas lahan panen 1.678.479 hektare.
Produktivitas padi Jateng lebih tinggai dari Jawa Timur, yang memiliki lahan panen lebih luas, yakni 1.702.426 hektare. Dengan luasan tersebut, provinsi itu menghasilkan 9.580.933,88 ton GKG.
Baca Juga: Pemprov Jateng Tak akan Berhenti Lakukan Tes Covid-19 Demi Cegah Penularan
Produksi tersebut setara 5.496.581 ton beras. Tempat ketiga adalah Provinsi Jawa Barat, dengan luas panen 1.578.835 hektare dan menghasilkan padi 9.084.957 ton GKH, setara 5.212.039 ton beras.
Sementara itu, posisi keempat ditempati oleh Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Lampung, Sumatera Utara, DI Aceh, Sumatera Barat, dan Banten.
Selain Jateng yang memeroleh penghargaan, tiga kabupaten di Jateng juga memeroleh predikat produsen padi tertinggi. Ketiganya adalah Kabupaten Grobogan dengan 772.551 ton GKG di tempat ke delapan, Kabupaten Sragen dengan 766.012 GKG di tempat ke sembilanm dan Kabupaten Cilacap dengan 699.965 GKG
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi Jateng, Suryo Banendro bersyukur atas capaian tersebut. Ia mengatakan, selain usaha keras dari para petani, jalinan kerja sama antar sektor juga memengaruhi kenaikan produktivitas lahan padi di Jateng.
"Sektor pertanian kalau nyambut gawe (bekerja) dipengaruhi wong jaba (orang luar), bibit dari swasta, saluran irigasi dari PSDA, pupuk dari BUMN. Ini hasil kerjasama di bawah arahan Pak Ganjar (Gubernur Jawa Tengah)," ungkapnya.
Baca Juga: Untuk Penuhi Target Tes PCR, Pemprov Jateng Butuh Tambahan 20 Tenaga Ahli
Suryo mengatakan, untuk menggenjot produksi padi, pihaknya memberikan berbagai bantuan dan program, diantaranya, melakukan pembasmian hama wereng dan tikus, percepatan tanam dan pemberian bantuan pompa air.
Selain itu, Distanbun juga menyediakan bantuan alat pemanen (Combine Harvester). Pihaknya juga menyiapkan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP).
Tahun 2020, disiapkan asuransi untuk 35 ribu hektare sawah puso, yang dananya bersumber dari APBD Jateng.
"Ketika panennya cepat, maka lahan bisa dipersiapkan untuk ditanam kembali. Selain itu, kita juga memberikan bantuan benih saat pandemi Covid-19. Dengan bantuan tersebut, kami harap dapat mengurangi biaya usaha tani," paparnya.
Suryo menambahkan, dengan produktivitas tersebut, Jateng mampu mensuplai beras ke daerah-daerah lain, seperti Jakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah serta ke wilayah Indonesia bagian timur.
Ia menyebut, kebutuhan beras di Jateng sekitar 269 ribu ton per bulan, atau sekitar 3,2 juta ton beras per tahun, sedangkan produksi tahun 2019 mencapai 5.523.969 ton beras.
Dengan angka tersebut, Suryo optimistis bisa kembali melanjutkan tren produktivitas beras di tahun 2020. Sampai Mei 2020, produksi beras sudah mencapai 2,4 juta ton.
Disinggung mengenai alih fungsi lahan di Jateng, Suryo tak menampik kenyataan itu. Namun ia menjamin hal itu sudah sesuai peraturan yang ada.
Selain itu, dengan manajemen pertanian yang benar, pihaknya mampu mempertahankan produksi yang ada.
"Dengan dukungan infrastruktur pertanian, ketika dulu bisa satu kali tanam setelah air masuk (irigasi) bisa dua kali tanam. Tetapi bagaimanapun, alih fungsi lahan tetap harus sesuai peraturan yang ada," jelas Suryo.