Suara.com - Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik Rachbini mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai harus mengevaluasi segala bentuk program pengeluaran sosial yang bersifat konsumtif untuk membawa perekonomian nasional ke arah yang lebih baik.
Hal tersebut dikatakan Didik dalam sebuah diskusi secara virtual, Minggu (16/8/2020).
"Di Indonesia kemiskinan itu diobati dengan BLT (Bantuan Langsung Tunai), pembagian beras, dan ini tidak memberdayakan masyarakat," kata Didik.
Didik menilai selama ini pemerintah sangat besar dalam mengeluarkan anggaran untuk bidang sosial, namun sifatnya yang konsumtif membuat anggaran sebesar tersebut tak begitu ngefek terhadap perekonomian nasional.
Baca Juga: Menaker: Uang Subsidi Gaji Diharapkan Bisa Pulihkan Ekonomi
"Saya berkeyakinan selama ini pemerintah mengeluarkan dana yang sangat-sangat banyak untuk pengeluaran sosial, walaupun pengeluaran sosial itu baik tetapi jika seluruh anggaran APBN digunakan untuk pengeluaran sosial yang kurang produktif tidak ada inovasi tidak ada riset tidak ada perbaikan-perbaikan maka ekonomi kita itu tidak akan bisa tumbuh tinggi dan bersaing dengan negara-negara lain," papar Didik.
Maka dari itu kata Didik menyarankan agar pemerintah melakukan evaluasi yang mendalam dalam setiap membuat program sosial.
Jika dikaitkan dengan kemiskinan dan kesenjangan sosial, jelas kata dia banyak program yang mubazir dan lebih bersifat konsumtif.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan realisasi bantuan sosial (bansos) untuk semester I tahun 2020 yang naik 41 persen atau sebesar Rp 99,4 triliun untuk melindungi masyarakat dari dampak Covid-19.
"Belanja bansos naik signifikan 41 persen. Ini naik terus-menerus selama tiga tahun terakhir. Sekarang dengan Covid, jauh lebih tinggi lagi. Kementerian Sosial, sebagai salah satu ujung tombak, mengalami pertambahan anggaran luar biasa," kata Sri Mulyani.
Baca Juga: Klaster Xinjiang Berangsur Sembuh, Kasus Covid-19 di China Turun
Ia melanjutkan, bansos sembako dan bansos tunai yang tahun 2019 tidak ada, tahun 2020 ini ditambahkan Rp 17 triliun untuk menambah bantuan sosial pada masyarakat.
Kemudian, kartu sembako naik, dimana tahun 2019 hanya dianggarkan Rp 8,7 triliun, tahun ini naik ke Rp 20,5 triliun atau naik 130 persen.
Penyumbang kenaikan bansos lainnya adalah pembayaran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan yang iurannya naik dari Rp 23.000 ke Rp 42.000 serta untuk pencairan PBI di muka untuk likuiditas BPJS mempercepat pembayaran klaim fasilitas kesehatan.
"Untuk PBI, karena ada kenaikan BPJS Kesehatan, juga naik dari belanja pembayaran PBI dari Rp 24 triliun ke Rp 28,3 triliun. Ini juga salah satu yang menyebabkan kenaikan belanja bansos," paparnya.
Berdasarkan kinerja APBN semester I, program perlindungan sosial telah menjangkau 60 persen masyarakat bawah.
Dengan penyaluran stimulus ini, diharapkan kenaikan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan tingkat kemiskinan dapat ditekan pada tahun 2020.
Pada tahun 2021, Pemerintah tetap akan memastikan keberlanjutan dan penyempurnaan program pro-poor (pro-orang miskin) dan pro-employment (pro-penyerapan tenaga kerja) untuk mengembalikan tren penurunan TPT dan tingkat kemiskinan seperti sebelum pandemi.