Suara.com - Pidato Kenegaraan Pengantar Nota Keuangan dan RUU APBN 2021 menargetkan pertumbuhan ekonomi 4,5 persen hingga 5,5 persen, seolah menyampaikan optimisme yang besar akan kebangkitan ekonomi indonesia.
"Pertanyaan yang muncul adalah mampukah tim ekonomi Pemerintah mengujudkan hal tersebut dengan mengandalkan sektor konsumsi dan investasi sebagai lokomotif utama dalam mencapai target pertumbuhan tersebut," ujar Anggota Komisi Keuangan & ekonomi DPR RI, Kamrussamad dalam keterangannya, Sabtu (15/8/2020).
Kamrussamad dalam hal ini tidak meragukan tim ekonomi Pemerintah. Namun menurutnya, kenyataan Kinerja semester pertama sepanjang tahun 2020 dibuktikan rendahnya Penyerapan Anggaran, Sentralisasi data Penerima Bansos yang belum ter update, masih belum bergeraknya sektor riil, semakin rendahnya daya beli yang semua berujung pada Peningkatan Pengangguran dan Kemiskinan hingga terganggunya demand site dan Supply site.
Serta koordinasi antar Kementerian Lembaga dan Pemda belum satu langkah dalam mengimplementasikan kebijakan penanganan Covid dan dampaknya.
Baca Juga: Jokowi Bilang Ekonomi Lagi Hang, Komentar Mantan Menteri Ini Bikin Kaget
"Jika kita melihat berbagai pendapat Pakar Ekonomi mereka mengatakan Indonesia masuk resesi pada Q2/2020 (kuartal2/2020), karena pertumbuhan ekonomi sudah negatif selama dua kuartal berturut-turut, dihitung berdasarkan Quarter-on-Quarter-Seasonally Adjusted (QoQ-SA). Yaitu, kuartal saat ini dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, setelah dikoreksi faktor musiman," ucap Kamrussamad.
Pertumbuhan Q1/2020 dibandingkan Q4/2019 minus 0,7 persen. Sedangkan pertumbuhan Q2/2020 dibandingkan Q1/2020 minus 6,9 persen.
Perhitungan untuk menentukan resesi seperti ini, QoQ-SA, berlaku universal secara internasional.
"Tetapi, pemerintah mengatakan Indonesia masih belum resesi. Karena pemerintah menggunakan definisi resesi sendiri, yaitu pertumbuhan kuartal saat ini dibandingkan kuartal sama tahun lalu (YoY)," tutur Kamrussamad.
Berdasakan perhitungan ini maka pertumbuhan Q1/2020 terhadap Q1/2019 positif 2,97 persen. Dan pertumbuhan Q2/2020 terhadap Q2/2019 minus 5,32 persen. Oleh karena itu, pemerintah mengatakan masih belum resesi karena baru satu kuartal negatif.
Baca Juga: Jokowi Sebut Ekonomi Tumbuh Sampai 5 Persen, Demokrat: Butuh Effort Besar
"Pemerintah sepertinya tidak ingin ada stigma Indonesia masuk resesi. Untuk itu, pemerintah berusaha meyakinkan publik kalau ekonomi pada Q3/2020 bisa lebih baik dari Q3/2019 (YoY). Pemerintah bahkan berharap pertumbuhan Q3/2020 bisa positif sehingga dapat terhindar dari kata resesi yang nampaknya menjadi momok bagi pemerintah. Maka seharusnya APBN 2021 tema yang tepat Penyelamatan Ekonomi Nasional," pungkas Kamrussamad.