Suara.com - Timah adalah salah satu komoditas utama penopang perekonomian Bangka Belitung. Artinya, jika komoditas timah di Babel terpuruk, maka secara otomatis perekonomian di Babel pun ikut merosot.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) perekonomian Babel sebelumnya tumbuh 5,2 persen, tahun 2018 tumbuh di level 4,46 persen, namun memasuki 2019 pertumbuhan ekonomi turun ke level 3,32 persen.
Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan menuturkan, menurunnya pertumbuhan ekonomi di Babel bukan tanpa alasan.
Dirinya menceritakan, memburuknya ekonomi di daerahnya karena smelter-smelter timah di Bangka Belitung berhenti, sehingga berimbas ke minimnya aktivitas ekonomi di masyarakat.
Baca Juga: Gubernur Minta Tata Kelola Timah Babel Tak Untungkan Segelintir Kelompok
Pengangguran di mana-mana, pendapatan daerah juga berkurang, daya beli masyarakat terus menurun.
Hal ini disebabkan karena ekspor timah turun, juga aktivitas pemurnian biji timah di smelter yang juga ikut menurun.
"Ketergantungan ekonomi (Bangka Belitung) pada tambang timah itu 40 persen ke PDRB kita," ucapnya kepada Suara.com belum lama ini.
Mantan Bupati Bangka Tengah ini menyebut, turunnya aktivitas smelter akibat adanya aturan Kepmen ESDM No 1827 tahun 2018 yang mana smelter diwajibkan memiliki CPI (Competent Person Indonesia).
Padahal, beberapa smelter telah memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) untuk melakukan ekspor.
Baca Juga: Gubernur Erzaldi Rosman Dorong Industri Timah Babel Gerakkan Ekonomi
Maka dari itu, Erzaldi berkoordinasi dengan Kementerian ESDM agar bisa melonggarkan aturan CPI. Sehingga, smelter-smelter di Babel bisa kembali beroperasi dan membuka lapangan pekerjaan untuk masyarakat penambang.