Suara.com - Industri perbankan tanah air tengah menjadi sorotan di tengah pandemi Covid-19 saat ini. Banyak pihak beranggapan dampak dari pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini sangatlah besar terhadap perekonomian, seiring terpukulnya seluruh sektor bisnis di dalam negeri.
Berdasarkan data biro riset Infobank, risiko kredit bank hingga April 2020 meningkat ke 2,89 persen secara gross, di sisi lain loan to deposit ratio (LDR) menurun ke 91,55 persen.
"Menghadapi tekanan kualitas kredit, Bank akan melakukan penguatan internal untuk menjaga kualitas kredit serta melakukan percepatan penyelesaian kredit bermasalah," kata Direktur Utama Bank Bukopin Rivan A Purwantono dalam diskusi Peran Pemilik dalam Mendukung Kinerja Bank secara virtual yang ditulis, Jumat (10/7/2020).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri mencatat hingga 18 Mei 2020, sebanyak 95 bank telah mengimplementasikan restrukturisasi kredit pada 4,9 juta debitur dengan nilai outstanding Rp 458,8 triliun.
Baca Juga: Otoritas Jasa Keuangan Buka Suara Soal Isu Perbankan Dikuasai Asing
Melihat hal ini, tentu perbankan butuh tambahan modal besar demi menjaga posisi likuiditas tetap terjaga, di tengah kondisi pandemi saat ini.
Tidak peduli, jika kepemilikan saham pihak asing di suatu bank harus bertambah, asalkan kinerja bank bisa terangkat dan kembali kencang dengan setoran modal.
"Setor modal bagi bank adalah harus. Kita harus menghargai pemilik bank yang rajin setor modal, selain memperkuat bank, tapi sekaligus menunjukan komitmen dalam membesarkan bank, karena bank itu bisnis jangka panjang yang padat modal," jelas Chairman Infobank Institute, Eko B Supriyanto.
Asal tahu saja, bank asing sendiri telah ada sejak sebelum kemerdekaan Indonesia atau tepatnya sejak tahun 1746 yakni, De Bank Van Leening. Hingga saat ini total ada 42 Bank Umum di Indonesia yang dalam status kepemilikan asing.
Dari jumlah tersebut, Bank dalam kepemilikan asing yang asetnya diatas Rp 100 triliun diantaranya, Bank Danamon, CIMB Niaga, Maybank Indonesia, OCBC NISP, UOB Indonesia, Permatabank dan MUFG Bank.
Baca Juga: OJK Sebut Pandemi Corona Redam Peningkatan Kinerja Perbankan
"Porsi kepemilikan tidak menjadi masalah, yang penting kontribusinya kepada perekonomian Indonesia, menjalankan fungsi intermediasi agar dunia usaha berjalan, sehingga mampu menciptakan lapangan kerja dan pada akhirnya pajak meningkat," jelas Eko.
Eko mengungkapkan, ada 97 persen akuisisi bank dilakukan oleh investor asing, dan sisanya lokal.
"Tidak jadi masalah, karena investasi ke bank selalu jangka panjang, dibandingkan investasi di pasar modal berupa hot money yang mudah terbang. Lihat saja juga, bank-bank BUMN yang go publik kan sahamnya banyak dikuasai asing dan deviden yang dibayar juga terbang. Harus diatur pembagian deviden yang bisa dibawa ke luar negeri. Itu yang penting, jangan diskusi asing atau non asing, lelah. Zaman sudah berubah," tutur Eko.