Suara.com - Pelaku pembobolan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) senilai Rp 1,7 triliun, Maria Pauline Lumowa akhirnya berhasil dipulangkan ke Indonesia setelah buron selama 17 tahun.
Maria Pauline Lumowa merupakan satu dari tersangka pembobolan kas BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Lantas bagaimana dengan pergerakan saham BBNI atas penangkapan tersebut. Mengutip data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), Kamis (9/7/2020) laju saham BBNI saat pembukaan pagi tadi berada di level 4.820, bahkan selang 5 menit kemudian saham bank plat merah ini naik ke level tertingginya ke 4.850.
Tapi sayangnya penguatan ini tak berlangsung lama, karena setelah itu saham BBNI turun ke level 4.780, bahkan terus turun hingga ke level terendahnya 4.730.
Baca Juga: Tiba di Indonesia, Wanita Pembobol Bank BNI Rp 1,7 T Langsung Tes Corona
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly berhasil mengekstradisi atau memulangkan Maria Pauline Lumowa, buronan kasus pembobolan bank BNI senilai Rp 1,7 triliun ke Indonesia dari Serbia.
Pelarian wanita asal Sulawesi Utara itu akhirnya tamat setelah 17 tahun kabur dari Indonesia.
Yasonna menerangkan, Maria Pauline Lumowa adalah salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Baca Juga: Maria Pauline Lumowa Diminta Kembalikan Uang BNI Rp 1,7 Triliun
"Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan dan mendapati perusahaan tersebut tak pernah melakukan ekspor," kata Yasonna dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (9/7/2020).
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.
Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.
Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019.
Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003.