Suara.com - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (KemenBUMN) merasa bersyukur dengan tertangkapnya Maria Pauline Lumowa buronan pembobol BNI senilai Rp 1,7 triliun. Kementerian meminta pembobol itu segera ditindak hukum.
Staf Khusus Menteri BUMN Bidang Komunikasi, Arya Sinulingga mengatakan, Kementerian berharap pembobol tersebut bisa mengembalikan dana yang diambil dari BNI senilai Rp 1,7 triliun.
"Kita mendukung betul langkah-langkah ini dan mudah-mudahan selama proses hukum di Indonesia itu juga bisa membawa dampak, bahwa kerugian yang dialami oleh BNI bisa dikembalikan oleh tersangka dengan kembalinya ke Indonesia," ujar Arya kepada wartawan, Kamis (9/7/2020).
Dalam hal ini, Arya mengapresiasi Menteri Hukum dan Ham yang telah berhasil mengekstradisi pembobol BNI tersebut dari Serbia.
Baca Juga: Pembobol Bank BNI yang Buron 17 Tahun Dijemput Menkumham dari Serbia
"Walaupun Serbia tidak memiliki hubungan ekstradisi di kita tapi berhasil dibawa ke Indonesia. Ini hal yang kita lihat, hal yang besar dilakukan oleh teman-teman dari Kementerian Hukum dan HAM," ucap dia.
Sebelumnya, Pelarian pelaku kasus pembobolan BNI senilai Rp 1,7 triliun berakhir sudah. Maria Pauline Lumowa tersebut diketahui menjadi buron selama 17 tahun.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly menerangkan, Maria Pauline Lumowa adalah salah satu tersangka pelaku pembobolan kas bank BNI cabang Kebayoran Baru lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.
Pada periode Oktober 2002 hingga Juli 2003, Bank BNI mengucurkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS dan 56 juta Euro atau sama dengan Rp 1,7 triliun dengan kurs saat itu kepada PT Gramarindo Group yang dimiliki Maria Pauline Lumowa dan Adrian Waworuntu.
Aksi PT Gramarindo Group diduga mendapat bantuan dari 'orang dalam' karena BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd., Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd., dan The Wall Street Banking Corp yang bukan merupakan bank korespondensi Bank BNI.
Baca Juga: Cerita 17 Tahun Perburuan Pembobol Dana BNI Rp 1,7 Triliun Maria Pauline
Dugaan L/C fiktif ini kemudian dilaporkan ke Mabes Polri, namun Maria Pauline Lumowa sudah lebih dahulu terbang ke Singapura pada September 2003 alias sebulan sebelum ditetapkan sebagai tersangka oleh tim khusus yang dibentuk Mabes Polri.
Perempuan kelahiran Paleloan, Sulawesi Utara, 27 Juli 1958 tersebut belakangan diketahui keberadaannya di Belanda pada 2009 dan sering bolak-balik ke Singapura.
Pemerintah Indonesia sempat dua kali mengajukan proses ekstradisi ke Pemerintah Kerajaan Belanda, yakni pada 2010 dan 2014, karena Maria Pauline Lumowa ternyata sudah menjadi warga negara Belanda sejak 1979.
Namun, kedua permintaan itu direspons dengan penolakan oleh Pemerintah Kerajaan Belanda yang malah memberikan opsi agar Maria Pauline Lumowa disidangkan di Belanda.
Upaya penegakan hukum lantas memasuki babak baru saat Maria Pauline Lumowa ditangkap oleh NCB Interpol Serbia di Bandara Internasional Nikola Tesla, Serbia, pada 16 Juli 2019.
Penangkapan itu dilakukan berdasarkan red notice Interpol yang diterbitkan pada 22 Desember 2003.