Wajar Jokowi Geram soal Anggaran Kesehatan, Sri Mulyani Ungkap Datanya

Senin, 29 Juni 2020 | 14:26 WIB
Wajar Jokowi Geram soal Anggaran Kesehatan, Sri Mulyani Ungkap Datanya
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kemenkeu.go.id)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dalam sebuah video yang beredar, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak kuasa menahan amarahnya saat membuka rapat terbatas bersama para menteri pada 18 Juni lalu. Salah satu yang bikin kesal mantan Gubernur DKI Jakarta ini adalah soal anggaran kesehatan untuk penangan Covid-19 yang ia nilai masih kecil yakni 1,53 persen saja padahal anggaran yang disiapkan untuk ini mencapai Rp 85 triliun.

Menanggapi hal ini Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati ternyata sedikit membocorkannya, dalam rapat dengar pendapat dengan Anggota Komisi XI DPR RI, Senin (29/6/2020) Sri Mulyani mengatakan hingga saat ini realisasi penyerapan anggaran untuk tenaga medis tersebut baru mencapai 4,68 persen.

"Untuk kesehatan mencapai 4,68 persen," kata Sri Mulyani.

Adapun anggaran insentif kesehatan yang mencapai Rp 85,77 triliun tersebut ditujukan untuk beberapa pos. Di antaranya, untuk belanja penanganan Covid-19 sebesar Rp 65,8 triliun, insentif tenaga medis Rp 5,9 triliun, santunan kematian Rp 300 miliar, bantuan iuran JKN Rp 3 triliun, Gugus Tugas Covid-19 Rp 3,5 triliun, dan insentif perpajakan di bidang kesehatan Rp 9,05 triliun.

Baca Juga: Jokowi Ancam Reshuffle, 5 Kementerian Ini Sempat Dapat Rapor Merah

Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Abdul Kadir mengklarifikasi soal keterlambatan pencairan dana insentif bagi para tenaga medis atau kesehatan.

Abdul Kadir menuturkan, Pemerintah menganggarkan dana insentif bagi tenaga medis sebesar Rp 5,6 triliun. Dari jumlah itu, Rp 3,7 triliun dikelola oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebagai dana transfer daerah dalam bentuk dana tambahan bantuan operasional kesehatan (BOK).

Sisanya, Rp 1,9 triliun dikelola oleh Kemenkes yang di dalamnya termasuk dana santunan kematian tenaga kesehatan sebanyak Rp 60 miliar.

Menurut dia, keterlambatan pencairan dana dikarenakan terlambatnya usulan pembayaran tunjangan tenaga kesehatan dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah. Itu terjadi karena usulan tersebut harus diverifikasi di internal fasilitas pelayanan kesehatan kemudian dikirim ke Kemenkes.

"Alurnya terlalu panjang sehingga membutuhkan waktu untuk proses transfer ke daerah. Keterlambatan pembayaran juga disebabkan antara lain karena lambatnya persetujuan DIPA(Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) oleh Kementerian Keuangan," kata Abdul Kadir, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Senin (29/6/2020).

Baca Juga: Jokowi Minta Menkes Tak Bertele-tele soal Anggaran Penanganan Covid-19

Karenanya, untuk memudahkan proses pembayaran, menurut Abdul Kadir, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto telah merevisi Permenkes Nomor 278 Tahun 2020. Sehingga verifikasi data dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah yang sebelumnya menjadi wewenang Kemenkes dilimpahkan ke Dinas Kesehatan di tingkat Kabupaten/Kota dan Provinsi.

"Kementerian Kesehatan hanya akan melakukan verifikasi untuk usulan pembayaran insentif tenaga kesehatan dari RS (Rumah Sakit) Vertikal, RS TNI dan Polri, RS Darurat dan RS swasta. Kemenkes juga akan memverifikasi usulan dari KKP (Kantor Kesehatan Pelabuhan), laboratorium dan BTKL (Balai Teknik Kesehatan Lingkungan)," katanya.

Abdul Kadir menjelaskan, dari dana Rp 1,9 triliun yang dikelola Kemenkes, sampai saat ini telah dibayarkan sebesar Rp 226 miliar bagi 25.311 orang tenaga medis.

"Ini dari target 78.472 orang tenaga kesehatan. Artinya sudah hampir 30 persen dari target," ujarnya.

Sementara untuk dana santunan kematian telah dibayarkan sebesar Rp 14,1 miliar kepada 47 orang penerima.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI