Suara.com - Ombudsman Republik Indonesia (ORI) mengungkapkan masih banyak komisaris BUMN yang rangkap jabatan. Saat ini tercatat ada 397 komisaris yang rangkap jabatan, jumlah ini pun meningkat dibanding tahun 2017.
Menanggapi hal tersebut, Staf Khusus Menteri BUMN Bidang Komunikasi Arya Sinulingga menyebut isu mengenai rangkap jabatan merupakan isu pengulangan. Isu tersebut telah disorot oleh Ombudsman sejak 5 tahun lalu.
Namun, lanjut Arya, dalam perekrutan Komisaris tersebut selalu sesuai dengan Undang-undang.
Karena, kebanyakan saham BUMN dimiliki pemerintah. Sehingga, pemerintah menempatkan perwakilannya untuk duduki posisi komisaris.
Baca Juga: 397 Komisaris di BUMN Rangkap Jabatan, Ombudsman: Dapat Gaji Dobel
"Maka, wajar diambilnya dari kementerian-kementerian teknis yang memang paham masalah teknis di perusahaan tersebut, ataupun dari lembaga-lembaga lainnya yang punya kaitan industri tersebut ataupun kebutuhan untuk masalah hukum dan sebagainya. Jadi sangat wajar kalau dari kementerian lembaga juga yang menempati posisi komisaris," ujar Arya kepada wartawan ditulis Senin (29/6/2020).
"Bahkan juga di beberapa negara perusahaan-perusahaan yang dimiliki pemerintah memang ada dari unsur pemerintah yang jadi komisarisnya. Bahkan di beberapa perusahaan luar negeri bahkan menterinya pun ikut sebagai komisaris. Ini yang perlu dijelaskan," tambahnya.
Arya menuturkan, komisaris bukan merupakan jabatan struktural yang bekerja setiap hari. Selain itu, komisaris juga berfungsi untuk mengawasi kinerja para direksi.
"Dan gaji bukan gaji namanya, tapi honorarium itu bedanya yang lain-lain. Kalau dia rangkap jabatan gaji namanya. Tapi honorarium dan sangat biasa di pemerintahan kalau ada namanya ASN yang ditugaskan untuk tugas-tugas tertentu maka ada tambahan honorarium bagi pejabat-pejabat tersebut. dan itu kan fungsi dia yang day to day kerja, enggak, itu kan fungsi pengawasannya hanya berfungsi tidak day to day," ucap Arya.
Baca Juga: Ombudsman Temukan 397 Komisaris di BUMN Masih Rangkap Jabatan