Suara.com - Tak terhitung besaran biaya yang sudah dikeluarkan untuk menjalani cuci darah sang istri, dari penyakit gagal ginjal yang dideritanya sejak tahun 2009 silam. Jika dijumlahkan, mungkin sudah mencapai ratusan juta.
Ungkapan tersebut berasal dari Turmudi (63), warga Kampung Taman Baru, Taktakan, Kota Serang, Banten, ketika ditemui saat mengantarkan istrinya, Enong Holilah (55), untuk menjalani rutinitas cuci darah, di Rumah Sakit Sari Asih, Kota Serang, Senin (22/6/2020).
Turmudi mengatakan, saat istrinya didiagnosa oleh dokter menderita gagal ginjal dan disarankan untuk dilakukan cuci darah, ia tak dapat membayangkan penyakit yang membahayakan tersebut dan sangat membutuhkan biaya besar.
“Awalnya, saya bersama anak-anak tak menyangka. Kehidupan keluarga kami seketika berubah, di mana istri harus bergantung pada cuci darah yang harus dilakukannya 2 kali dalam seminggu. Selain itu, biaya adalah hal utama yang mengganggu pikiran saya, karena yang saya ketahui, biaya untuk sekali cuci darah tidaklah murah,” cerita Turmudi, yang merupakan pensiunan tentara.
Baca Juga: Pengobatan dan Terapi Saraf Kejepit, Siti Merasa Terbantu BPJS Kesehatan
Namun awan hitam yang menyelimuti keluarganya tersebut sedikit demi sedikit menunjukan kecerahan. Saat ia berjuang mengobati sang istri ke rumah sakit dan ke tempat pengobatan alternatif dengan biaya sendiri, pemerintah menghadirkan BPJS Kesehatan pada 2014, yang menjadi penolong baginya.
“Saya sangat bersyukur dan tertolong dengan hadirnya jaminan kesehatan dari pemerintah untuk masyarakat. Layanan cuci darah dapat diperoleh oleh semua peserta JKN-KIS dengan status kepesertaan aktif, sesuai indikasi medis dan mengikuti prosedur yang berlaku, sehingga biaya ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Saat itu pula, istri mendaftar menjadi peserta JKN-KIS,” ungkap Turmudi.
Pensiunan tentara itu tidak membayangkan jika hingga saat ini tidak terdaftar sebagai peserta JKN-KIS. Biaya untuk melakukan hemodialisis sangat besar dan dirasa cukup menguras tabungan.
“Gak kebayang jika tidak ada BPJS Kesehatan. Uang yang sebelumnya terkumpul untuk investasi, habis terkuras untuk mengobati istrinya,” Turmudi menambahkan.
Ia ingin mengetuk hati masyarakat yang merupakan peserta JKN-KIS, untuk senantiasa melakukan kewajibannya membayar iuran BPJS Kesehatan setiap bulan dan jangan sampai menunggak. Iuran tersebut sangat membantu peserta lain yang membutuhkan.
Baca Juga: Indonesia Dorong BPJS Kesehatan Masuk Skala Internasional
“Pasien cuci darah di Indonesia bukan hanya istri saya saja, mungkin ada ratusan hingga ribuan orang. Itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Andaikan disuruh memilih, saya lebih baik membayar iuran dua kali lipat namun sehat, daripada menderita sakit,” pungkas Turmudi dengan mata berkaca-kaca.