Suara.com - Kinerja APBN 2020 yang dirancang khusus untuk melawan pandemi virus corona atau Covid-19 ternyata makin rontok saja.
Hal tersebut dapat dilihat dari kinerja APBN 2020, dimana pendapatan negara sudah mencapai 37,7 persen atau setara Rp 664,3 triliun, angka ini tak begitu menggembirakan karena terjadi kontraksi sebesar 9 persen secara tahunan.
"Dibandingkan bulan Mei tahun lalu pendapatan negara mengalami kontraksi 9 persen," kata Sri Mulyani dalam video teleconference di Jakarta, Selasa (16/6/2020).
Tren menurunnya pendapatan negara ini, sejalan lurus dengan penerimaan perpajakan senilai Rp 526,2 triliun atau minus 7,9 persen. Kontraksi penerimaan perpajakan ini merupakan konsekuensi dari penerimaan pajak yang terkontraksi hingga 10,8 persen.
Baca Juga: Pendapatan Negara dari Bea dan Cukai Masih Tinggi di Tengah Pandemi
"Kalau kita lihat dari sisi penerimaan perpajakan mencapai Rp 526,2 triliun atau 36 persen dari target Perpres 54 dalam hal ini dari sisi perpajakan adalah 7,9 persen dibandingkan tahun lalu pajak sendiri sampai dengan akhir Mei Rp 444,6 triliun atau 35,4 persen dari target Perpres 54 atau dalam hal ini berarti pajak mengalami kontraksi sebesar 10,8 persen," paparnya.
Sementara realisasi belanja negara hingga akhir Mei 2020 tercatat Rp 843 triliun atau 32,3 persen terhadap APBN 2020. Realisasi belanja negara tersebut hanya tumbuh 1,4 persen.
Dengan demikian keseimbangan primer APBN 2020 hingga Mei 2020 tercatat 33,9 atau 6,6 persen terhadap APBN 2020. Sementara defisit APBN tercatat Rp 179,6 triliun atau 21,1 persen terhadap PDB.
"Kita melihat pada akhir bulan Mei penerimaan negara mengalami kontraksi, seperti yang kita sampaikan di dalam memang akan ada ekspektasi terjadi kontraksi penerimaan dibandingkan tahun lalu akibat covid-19," katanya.
Baca Juga: Corona Tak Kunjung Usai, Bagaimana Penerimaan Pajak di Indonesia?