Suara.com - Fasilitas pengembangan, pengolahan dan pemurnian bijih nikel di Konawe, Sulawesi Tenggara yakni Kawasan Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), belakangan ramai dibicarakan terkait rencana kedatangan 500 TKA China ke Indonesia.
Kawasan industri yang sudah berdiri sekitar enam tahun sejak tahun 2014 ini diakui masyarakat sekitar memberi dampak ekonomi yang signifikan bagi Desa Puurui, Kecamatan Morosi, yang terletak di sebelah timur laut Kabupaten Konawe.
Saat ini, banyak ditemui usaha kecil-menengah yang dijalankan oleh warga sekitar pabrik seperti warung makan, laundry, dan juga kos-kosan. Salah satunya, Sasto (53 Tahun) warga setempat yang sebelumnya bekerja serabutan namun sekarang adalah pemilik rumah makan dengan omset jutaan per hari.
“Dulu di sini seperti kampung mati, sekarang ramai. Waktu saya datang saja di sini bisa dihitung, kurang lebih cuma ada 10 rumah saja. Sekarang sudah ribuan rumah. Bahkan satu orang itu ada yang punya 100-200 kamar yang disewakan,” ujar Sasto, ditulis Senin (1/6/2020).
Baca Juga: Politisi PAN Lamar Anak Bupati, Maharnya Tanah 12,5 Hektare Penuh Nikel
Berdasarkan penuturan Sasto, omset warung makan bergantung pada para pekerja pabrik yang diantaranya diisi para pekerja lokal dan pekerja asing.
Selain Sasto, Ponikem (53 Tahun) adalah petani sayur yang kini berubah menjadi pemilik kosan dengan 20 kamar setelah adanya pembangunan smelter (tungku pengolahan bijih nikel) di kawasan tersebut.
Ponikem juga menuturkan banyak anak-anak muda yang tadinya pengangguran juga terserap menjadi tenaga kerja di kawasan tambang.
“Kondisi sekarang alhamdulillah, lebih baik,” terangnya.
Senada dengan Ponikem, Kepala Desa Puurui, Mahadi (52) juga menceritakan semakin banyak masyarakat sekitar yang direkrut sebagai karyawan. Hal ini merupakan dampak yang sangat positif, karena kehadiran industri tersebut membuka lapangan kerja kepada masyarakat yang sebelumnya bekerja tidak menentu.
Baca Juga: Smelter Dalam Negeri Tak Bisa Olah Ore Nikel Kadar Rendah?
“Perusahaan itu sebenarnya sudah merekrut, bahkan ada yang diberangkatkan untuk belajar ke China. Termasuk warga di sini, kurang lebih ada 40 karyawan dikirim ke China untuk belajar selama sekitar 1 tahun. Setelah selesai pendidikan, jabatan mereka langsung naik,” ujar Mahadi.