Suara.com - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir pekan ini Jumat (29/5/2020) terus menunjukan keperkasaannya melawan dolar AS.
Mengutip kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor tepat pukul 10:00 Wib mata uang garuda menguat kembali sebesar 28 poin ke posisi Rp 14.733 dibandingkan posisi perdagangan sebelumnya di posisi Rp 14.761.
Sedangkan data Bloomberg pada di pasar spot exchange, kurs rupiah berada di level Rp 14.705 per dolar AS atau terapresiasi 10 poin dibandingkan perdagangan sebelumnya Rp 14.715. Dengan begitu rupiah sudah menguat 0,07 persen dari penutupan kemarin.
Meski mengalami penguatan, Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra memprediksi pergerakan nilai tukar rupiah pada akhir pekan ini akan berfluktuatif.
Baca Juga: Gubernur BI Sebut Rupiah Bisa Terus Perkasa Lawan Dolar AS
Menurut pengamatannya, sentimen negatif peningkatan ketegangan AS dan China mulai menguat sehingga menekan harga aset-aset berisiko.
Tapi di sisi lain, jelas dia, peningkatan ketegangan AS dan China kelihatannya turut memicu pelemahan nilai tukar dolar AS terhadap nilai tukar lainnya karena hubungan AS dan China yang memburuk bisa mendorong pelemahan ekonomi AS.
Kendati demikian, nilai tukar rupiah bisa turut tertekan terhadap dolar AS mengikuti sentimen negatif tersebut.
Namun mungkin pelemahan juga tidak terlalu dalam karena dolar AS sebenarnya juga mendapatkan sentimen negatif dari ketegangan hubungan AS dan China.
"Potensi pergerakan rupiah hari ini di kisaran Rp 14.650 - Rp 14.780," kata Ariston dalam riset hariannya, Jumat (29/5/2020).
Baca Juga: Rupiah Masih Berpotensi Menguat Terhadap Dolar AS
Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo merasa yakin nilai tukar rupiah bakal terus menguat. Keyakinan tersebut disampaikannya karena hingga saat ini, rupiah masih di bawah nilai fundamentalnya alias masih murah.
Pada posisi Rabu (27/5/2020) kemarin, ungkap Perry, rupiah berada di level Rp 14.670 per 1 dolar AS. Menurutnya, level itu masih bisa menguat di level Rp 13.900 per 1 dolar AS.
"Kami meyakini rupiah saat ini masih undervalue dan berpeluang akan terus mengalami penguatan ke arah fundamentalnya. Sebelum Covid, rupiah di bawah Rp 14 ribu, Rp 13.800 dan juga pernah capai Rp 13.600 dan akan mengarah ke sana," ujar Perry dalam video conference di Jakarta, Kamis (28/5/2020).
Perry menuturkan, terdapat beberapa faktor yang membuat rupiah bisa terus menguat. Salah satunya, masih derasnya arus modal asing yang masuk ke surat berharga negara (SBN).
Kemudian, inflasi lebih rendah secara fundmental topang penguatan rupiah, deifisit transaksi berjalan lebih rendah topang penguatan rupiah, karena kebutuhan devisa akan bekrurang," ungkap dia.
"Selain itu terus masuknya aliran modal masuk portofolio di SBN perkuat rupiah dan imbal hasil dari SBN yang menarik itu juga dukung stabilitas rupiah ke arah fundamental," tambah Perry.