Suara.com - Soal pangan merupakan soal hidup mati bagi suatu bangsa. Begitu Bung Karno mengungkapkan betapa pentingnya pangan. Jangan main-main dan anggap enteng soal pangan.
Jika pangan terganggu, dengan cepat menular ke masalah sosial, ekonomi, keaamanan dan politik. Dalam sejarah dunia, banyak rejim pemerintahan terpaksa berakhir karena dipicu krisis pangan. Bahkan di dalam sejarah di negara negara Afrika, krisis pangan sering memicu perang sipil berkepanjangan.
Begitu sensitifnya pangan bagi suatu bangsa, menjadikan ketahanan pangan (food security) sebagai bagian penting dari politik pembangunan setiap negara. Bahkan Mantan Menlu USA Henry Kissinger berpandangan bahwa “siapa kuasai pangan akan kendalikan masyarakat”.
Tidak satu pun negara yang menyerahkan ketahanan pangannya ke pasar bebas. Setiap negara hadir dalam memastikan terjaminnya ketahanan pangan baik melalui kebijakan ekonomi maupun melalui penugasan badan usaha milik negara (BUMN).
Baca Juga: Erick Thohir Akan Gabungkan Bulog, PTPN dan RNI untuk Tekan Impor Pangan
Ketahanan pangan bukan sekadar memproduksi bahan pangan. Lebih dari itu ketahanan pangan menyangkut bagaimana menyediakan pangan (feeding) secara 6-tepat (jumlah, mutu, tempat, waktu, harga, jenis). Atribut 6-tepat ini sebagian besar tidak bisa dipenuhi oleh mekanisme pasar.
Negara negara besar seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, China dan India, kehadiran negara dalam membangun ketahanan pangan sangat intensif dan all at cost. Keempat negara besar tersebut adalah negara yang memberi subsidi besar besaran untuk menjamin ketahanan panganya.
Sejarah mereka memberi pengalaman penting bahwa ketahanan pangan adalah kunci keberlanjutan pembangunan dan pemerintahan.
Indonesia juga menganut politik pembangunan yang menempatkan ketahanan pangan sebagai prioritas utama sejak rezim Orde Baru sampai saat ini. Bagaimana memberi makan setiap hari penduduk yang kini berjumlah 260 juta orang merupakan misi utama politik ketahanan pangan nasional.
Dalam sejarah pembangunan ketahanan pangan nasional, tidak dapat dilepaskan dari kontribusi pabrik pupuk BUMN seperti Petrokimia Gresik, Pupuk Sriwijaya, Pupuk Kaltim, Pupuk Kujang Cikampek dan Pupuk Iskandar Muda, yang kini tergabung dalam holding Pupuk Indonesia.
Baca Juga: Angkat Pangan Lokal, Sangihe Terapkan Dua Hari Tanpa Makan Nasi
Keberhasilan Indonesia berubah dari importir beras terbesar dunia awal Orde Baru menjadi swasembada beras tahun 1984, ikut dimotori pabrik pupuk Bumn tersebut.
Peran penting BUMN Pupuk dalam membangun ketahanan pangan nasional memang sangat vital. Pertama, sebagai perancang dan produsen teknologi pupuk (embodied technology) untuk peningkatan produksi bahan pangan. Tanpa teknologi pupuk, produksi pangan todak akan tercapai.
Kedua, mengantar teknologi pupuk sampai ke tingkat petani di seluruh pelosok. Petani pangan kita bukan di sekitar perkotaan yang mudah dijangkau kendaraan. Petani pangan kita berada di pelosok, di pinggiran, di pegunungan yang tidak dapat dijangkau mekanisme pasar yang ada.
Dan Ketiga, memastikan teknologi pupuk 6-tepat. Tidak boleh terjadi lock down atau alasan shutdown. Peran ini tidak mungkin dapat diselesaikan oleh mekanisme pasar.
Pada masa pandemi covid 19 ini peran BUMN pupuk tersebut dapat kita nikmati. Tersedianya bahan pangan yang cukup dan dengan harga yang terjangkau sejak bulan Februari sampai akhir Mei ini dimungkinkan karena penyediaan pupuk khususnya sejak akhir tahun 2019.
Tanpa terjaminnya pupuk secara 6-tepat di tingkat petani sejak musim tanam dan pemeliharaan pada akhir tahun 2019, mustahil masa panen bulan Februari- Mei 2020 produksi tercapai.
Selama masa pandemi Covid-19, sinergitas pangan dan pupuk telah terbukti mampu menjamin ketahanan pangan nasional. Maka pasca pandemi Covid-19, BUMN pupuk dan sektor pangan selain pastikan ketahanan pangan, juga dapat menjadi bagian lokomotif pemulihan ekonomi nasional.
Tulisan Opini Dr. Tungkot Sipayung Pengamat Ekonomi dan Agribisnis