Chandra Naayage, 52, bekerja sebagai petugas kebersihan di Lebanon selama lebih dari 15 tahun. Ia mengirimkan gajinya ke Sri Lanka untuk membantu suaminya, seorang petani teh, dua putrinya dan seorang putranya.
Chandra biasanya mengirimkan sekitar US$400 atau kira-kira Rp6 juta untuk keluarganya setiap bulan.
Uang itu antara lain digunakan untuk membeli tanah, membangun rumah dan menguliahkan dua putrinya. Sekarang mereka telah berumah tangga.
Tetapi sejak Oktober tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Lebanon mandek dan negara itu mengalami kekacauan.
Baca Juga: Sejarawan: Sejak Zaman VOC, Saat Ada Wabah Prioritas Elite Adalah Ekonomi
Mata uang pound Lebanon turun tajam terhadap dolar Amerika Serikat - mata uang yang digunakan untuk mengirimkan uang pulang - sekarang sulit didapat. Kondisi itu juga membuat Chandra harus mengeluaran lebih banyak uang pound untuk membeli dolar dibanding sebelumnya.
Layaknya pekerja rumah tangga dari Asia, Chandra bekerja untuk beberapa rumah di Lebanon dengan tarif 10.000 pound Lebanon. Biasanya ia bisa mengantongi US$6,50 untuk setiap 10.000 pound tetapi sekarang nilainya turun menjadi sekitar US$2.50.
Di masa pandemi, para majikan tidak mengizinkan orang dari luar unit rumah tangga mereka masuk ke rumah. Akibatnya, Chandra tak punya pekerjaan dan tak mampu mengirim uang untuk keluarganya.
Chandra menyewa tempat bersama dua perempuan lain dan mereka terpaksa meminta bantuan makanan. Ia khawatir tidak akan mampu menguliahkan putranya yang berusia 19 tahun.
"Bekerja di Lebanon sebelumnya enak, karena kami tidak akan mendapatkan upah sebesar itu di Sri Lanka. Saya melakukan banyak hal untuk keluarga saya," kata Chandra kepada BBC.
Baca Juga: Bantu Ekonomi Masyarakat Terdampak Corona, Lampu Burj Khalifa Dilego
"[Sebelum Covid-19] Saya memutuskan untuk bekerja selama satu atau dua tahun lagi, karena saya ingin hidup bersama keluarga saya. Tetapi jika kondisi tidak membaik, kami tidak bisa tinggal di Lebanon."