Suara.com - Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan kelompok yang paling berdampak dari naiknya iuran BPJS Kesehatan adalah kelompok pekerja informal.
Apalagi saat ini kelompok pekerja informal sedang terpukul akibat pandemi virus corona atau Covid-19.
"Di tengah pandemi ini pekerja informal yang sangat sulit ekonominya malah dinaikkan iurannya per 1 juli 2020 nanti untuk kelas I dan II, yang nilainya dekat-dekat dengan iuran yang sudah dibatalkan MA," kata Timboel kepada Suara.com, Rabu (13/5/2020).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan mulai 1 Juli 2020 mendatang, kepastian kenaikan iuran tersebut berdasarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan: Dinaikkan, Dibatalkan, Dinaikkan Lagi
Dalam Perpres tersebut, disebutkan jika Iuran BPJS Kesehatan Kelas I naik menjadi Rp 150.000. Kelas II naik menjadi Rp 100.000 dan Kelas III menjadi Rp 35.000.
"Rakyat sudah susah malah disusahin lagi. Rakyat yang tidak mampu bayar Rp 150.000 dan Rp 100.000 di Juli 2020 nanti akan jadi non aktif. Tunggakan iuran akan meningkat lagi. Kalau non aktif tidak bisa dijamin. Trus hak konstitusional rakyat mendapatkan jaminan kesehatannya dimana?," tanya Timboel.
Timboel menilai pemerintah sudah kehabisan akal dan nalar sehingga dengan seenaknya menaikan iuran tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat.
"Padahal di pasal 38 di Pepres ini menyatakan kenaikan iuran harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat," kata Timboel.
Asal tahu saja Dalam Perpres tersebut, disebutkan jika Iuran BPJS Kesehatan Kelas I naik menjadi Rp 150.000. Kelas II naik menjadi Rp 100.000 dan Kelas III menjadi Rp 35.000.
Baca Juga: Denda Iuran BPJS Kesehatan Naik Jadi 5 Persen
Iuran peserta mandiri Kelas III saat ini masih sebesar Rp 26.500 dan mendapatkan subsidi Rp 16.500 sehingga totalnya menjadi Rp 42.000.
Namun, pada 1 Januari 2021, besarannya akan meningkat menjadi Rp 35.000 dan subsidi pemerintah menjadi Rp 7.000, totalnya tetap sebesar Rp 42.000.