Harga BBM Bersubsidi Pertamina Tak Pernah Naik Sejak 2016

Iwan Supriyatna Suara.Com
Selasa, 12 Mei 2020 | 08:22 WIB
Harga BBM Bersubsidi Pertamina Tak Pernah Naik Sejak 2016
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum saat melayani konsumen di kawasan Jakarta Selatan.
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kebijakan pemerintah maupun PT Pertamina (Persero) yang tidak menurunkan harga BBM (bahan bakar minyak) dinilai sebagai keputusan yang tepat.

"Harga minyak dunia saya kira akan terus merangkak naik karena sudah banyak negara yang melonggarkan kebijakan terkait dengan covid-19 ini, sehingga aktivitas kembali berjalan dengan kondisi yang new normal," kata Direktur Executive Energy Watch Mamit, ditulis Selasa (12/5/2020).

Keputusan OPEC+ untuk memangkas produksi sebesar 9,7 juta BOPD awal bulan Mei 2020 mendapatkan respon positif dari pasar di mana akan dilanjutkan dengan pemotongan sebesar 7.7 juta BOPD dari Juni – Desember 2020.

"Dengan demikian, kebutuhan akan meningkat di sisi lain supply sedikit berkurang sehingga harga akan terus terkerek," ucapnya.

Baca Juga: DPR : Harga BBM harus Segera Diturunkan

Menurut dia, seharusnya desakan untuk menurunkan harga BBM bisa berkurang jika melihat kondisi secara obyektif.

"Terkait dengan harga BBM saya kira kita harus melihat secara komprehensif terutama untuk Pertamina. Tidak bisa dipisahkan dari sisi Hulu, Hilir maupun untuk Refinery, semua saling kesinambungan," ujar Mamit.

Selain itu, berdasarkan historisnya Pertamina tidak serta merta menaikkan harga BBM ketika harga minyak dunia mengalami kenaikan.

"Harga BBM jenis Premium dan Solar tidak pernah mengalami kenaikan sejak tahun 2016. Padahal dalam kurun waktu 2016 sampai 2020 harga minyak dunia pernah menyentuh di level 70 – 80 dolar AS per barrelnya," ujarnya.

Dengan masih diperpanjangnya PSBB hampir di seluruh wilayah Indonesia maka konsumsi BBM akan tetap mengalami penurunan.

Baca Juga: Harga BBM Pertamina Tak Kunjung Turun, DPR Cecar Menteri ESDM

"Penurunan konsumsi hampir mencapai 30 persen di bulan April sebesar 65.678 KL dari bulan sebelumnya 93.558 KL dan saya perkirakan untuk bulan Mei tidak akan jauh berbeda. Jadi, dampaknya jika diturunkan tidak akan terlalu signifikan," papar Mamit.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI