Suara.com - Penerbangan merupakan industri paling global. Industri ini mempekerjakan jutaan orang dan menjadi penopang puluhan juta lainnya, serta menjadi pusat saraf bagi bisnis dan wisata internasional.
Penerbangan masih tutup karena pandemi corona dengan sekitar 17.000 pesawat diparkir di berbagai bandara di seluruh dunia.
Jumlah penerbangan harian turun sebanyak 80% sejak awal tahun, dan di beberapa kawasan, perjalanan bahkan dihentikan sama sekali.
Industri penerbangan kini dalam moda bertahan. Maskapai, bandara dan perusahaan jasa layanan penerbangan sedang menghemat tabungan mereka sementara sumber penghasilan mengering.
Baca Juga: Penerbangan Domestik Dibuka, Calon Penumpang Tunjukkan Surat Jalan
Hilangnya pekerjaan sedang terjadi. British Airways (BA), perusahaan pemilik IAG mengumumkan bahwa mereka akan memotong 12.000 pos dari jumlah karyawan total 42.000.
IAG memperkirakan selama beberapa tahun ke depan, penumpang BA tidak akan kembali lagi ke tingkat seperti tahun 2019.
Sementara itu EasyJet telah merumahkan 4.000 karyawannya di Inggris untuk waktu dua bulan. Qantas juga merumahkan 20.000 karyawan. Sebanyak 700 pilot American Airlines sepakat untuk pensiun dini.
Kini perhatian mulai lagi ke masa depan: Kapan dan bagaimana penerbangan di seluruh dunia kembali beroperasi.
Tantangan besar termasuk pilot perlu latihan lagi
Baca Juga: India Akan Operasi Evakuasi Besar-besaran Warganya, Siapkan 60 Penerbangan
Jelas ada tantangan logistik. Pesawat dan bandara perlu disiapkan. Jadwal perlu dibuat dan staf disiagakan.
Namun banyak hal yang tak mudah diperkirakan. Tiada yang bisa memastikan kapan pesawat dibolehkan terbang lagi, atau syarat apa yang akan diterapkan kepada staf dan penumpang oleh pemerintahan masing-masing.
Kini ada 17.000 pesawat diparkir di bandara di seluruh dunia, menurut konsultan Ascend by Cirium. Jumlah ini adalah dua pertiga dari seluruh armada global.
British Airways, maskapai penerbangan Inggris, misalnya, memiliki pesawat yang disimpan di bandara London Heathrow, dan di pusat perawatan di Cardiff, di jalur taxi di bandara regional seperti di Bournemouth dan bandara Chateauroux di Prancis.
Bahkan ketika diparkir, pesawat-pesawat ini perlu perawatan rutin. Beberapa tetap dirawat apabila dibutuhkan segera.
Banyak penerbangan yang melakukan penerbangan repatriasi atau layanan kargo. Namun ada yang membutuhkan waktu lebih lama untuk mempersiapkan penerbangan, menurut para pelaku industri penerbangan.
Jika semua pesawat dibutuhkan sekaligus, mempersiapkannya akan menjadi tantangan besar.
Namun para analis mengatakan dalam kenyataan, hal seperti ini kecil kemungkinan terjadi.
Kebanyakan maskapai penerangan akan memulai operasi lagi dengan jadwal terbatas, dan banyak pesawat yang tak akan dibutuhkan dalam beberapa bulan kemudian.
Persoalan lain adalah kualifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan agar industri bisa berfungsi kembali.
Para pilot, misalnya, perlu waktu mengudara atau di simulator untuk memelihara “peringkat” mereka, atau diizinkan menerbangkan pesawat tertentu.
Mereka juga perlu melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala.
Beberapa staf lain seperti pengawas lalu lintas penerbangan dan insinyur perlu memelihara kualifikasi mereka.
Di Inggris, Civil Aviation Authority (CAA) telah melakukan langkah-langkah guna mencegah bertumpuknya izin yang kadaluwarsa, yang berpotensi menghalangi upaya agar pesawat-pesawat mengudara lagi selekas mungkin.
“Karena adanya keadaan khusus saat ini, kekecualian diberlakukan,” kata seorang juru bicara.
Namun jelas ada masalah logistik untuk menerbangkan lagi ribuan pesawat seraya memastikan ada cukup pilot dan teknisi.
Masalah utama
Tapi ini bukan masalah utama yang bikin pusing para petinggi industri penerbangan.
Masalah utama, kata mereka, adalah banyaknya negara yang masih memberlakukan pembatasan penerbangan serta ketidakpastian kapan hal itu akan dicabut.
“Yang kami coba lakukan adalah membuat rencana penerbangan kembali secara global,” kata Alexandre de Juniac, Dirjen International Air Transport Association (IATA).
Ia yakin pembatasan perjalanan akan berlangsung lebih lama daripada pertengahan tahun ini, dan beberapa pembatasan masih diberlakukan hingga akhir 2020.
Menurutnya, rute domestik akan dibuka, lalu diikuti penerbangan internasional jarak pendek. Perjalanan antar benua akan menyusul sesudahnya, sekalipun diakuinya “ini soal yang belum terpecahkan”.
Satu hal yang membuat ketidakpastian adalah seberapa besar ketentuan jaga jarak dibutuhkan ketika penerbangan reguler dimulai kembali.
Bagaimana penumpang akan dipisahkan di bandara? Saat mengantre? Apa tes yang diperlukan? Dan bagaimana ini akan dijalankan?
Semua itu berpengaruh pada soal-soal komersial, baik bagi bandara maupun maskapai. Karena bandara misalnya, mendapat pemasukan besar dari toko dan restoran, dan ini terkait dengan aturan jaga jarak tersebut.
“Pendapatan nonpenerbangan sangat penting bagi bandara,” kata Karen Dee, direktur eksekutif Airport Operators Association.
“Bisnis ini bisa menurunkan tagihan kami ke pihak maskapai, dan akhirnya menurunkan juga harga tiket ke konsumen."
“Kami tak ingin bikin perubahan besar-besaran di bandara, lalu enam bulan kemudian vaksin ditemukan, dan perubahan itu tak diperlukan lagi."
Argumen IATA adalah, apapun langkah yang perlu dilakukan, harus sama dan dijalankan secara terkoordinir.
“Kita harus menghindari situasi seperti saat 11 September,” kata de Juniac. "Ketika itu kita melihat banyak sekali langkah-langkah keamanan dan butuh waktu lama untuk menjalankannya dengan konsisten."
Bangku kosong
Maskapai juga bisa ditekan. Lufthansa sudah mengoperasikan penerbangan yang mengosongkan bangku tengah. EasyJet – yang telah mengandangkan armada mereka – menyatakan akan melakukan hal serupa saat beroperasi lagi nanti.
Sebagai langkah jangka pendek, ini bisa membantu penumpang terbang dengan lebih nyaman.
Namun biayanya besar.
Agar bisa untung, maskapai perlu memaksimalkan bangku. Bagi penerbangan murah, “faktor muatan” sangat penting di mana mereka perlu terbang dengan 90% bangku terisi.
Jika bangku tengah dikosongkan, maka pesawat akan terbang dengan 65% penumpang. Ini bisa dijalankan untuk jangka pendek saja.
Jika terus menerus, kata de Juniac, “ini akan mengubah cara industri ini beroperasi”.
Direktur Ryanair, Michael O’Leary menyebut pengosongan bangku tengah ini “bodoh”.
Karantina
Di Inggris, pemerintah mempertimbangkan untuk memaksa penumpang yang tiba untuk menjalani karantina dua minggu.
Menurut asosiasi industri penerbangan Inggris, rencana ini akan “secara efektif membunuh industri perjalanan dari dan ke Inggris. Dan bisa berdampak merusak industri penerbangan dan ekonomi Inggris secara keseluruhan”.
Menerbangkan pesawat lagi bisa jadi merupakan bagian yang mudah. Namun menemukan orang yang mau terbang bisa jadi lebih sulit.
Perubahan jangka panjang dalam industri penerbangan sangat mungkin terjadi.
“Mungkin ini tak terlau buruk bagi perusahaan spesialis perjalanan wisata,” kata seorang eksekutif industri wisata karena orang masih ingin berlibur.
Namun ini berbeda dengan perjalanan bisnis.
Penumpang kelas bisnis dan kelas utama menyumbang pemasukan sekitar sepertiga dari penghasilan industri penerbangan secara keseluruhan. Bagi penerbangan jarak jauh, itu bisa mencapai 70%.
Ada prediksi resesi global dan pembatalan pameran dagang serta perubahan ke rapat-rapat daring bisa memperlambat pemulihan industri penerbangan.