Suara.com - Kritikan pedas terus mengalir terhadap program Kartu Prakerja yang digagas oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menanggulangi lonjakan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK akibat pandemi virus corona atau Covid-19.
Kali ini kritikan tersebut datang dari Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto yang menilai masyarakat tidak terlalu membutuhkan pelatihan yang ada di dalam program Kartu Prakerja tapi justru membutuhkan bantuan sosial yang bersifat langsung kepada mereka.
"Tapi kenapa di Kartu Prakerja harus ada kursusnya, publik ini mengharapkan harusnya bantuan kepada mereka yang kena PHK," kata Eko dalam konferensi pers melalui video teleconference di Jakarta, Minggu (26/4/2020).
Selain itu kata Eko untuk meredam dampak PHK yang makin meluas, seharusnya pemerintah juga menambah paket stimulus untuk sektor industri, sehingga jumlah perusahaan yang mem-PHK karyawannya lebih sedikit.
Baca Juga: Ternyata, Anggaran Kartu Prakerja Disunat Gara-gara Covid-19
"Perbaikan stimulus sektor rill, harusnya cepat, utamanya industri kena dampak, supaya PHK tidak masal, masif, harus segera anggaran untuk mendorong stimulas ekonomi," ucapnya.
Untuk diketahui, Kartu prakerja adalah program Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk meningkatkan skill dan kemampuan para pencari kerja agar sesuai dengan kebutuhan industri. Program ini juga diperuntukkan bagi mereka yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Bagi mereka yang sukses mengikuti program kartu prakerja akan diberikan pendidikan dan pelatihan. Setelah lulus akan mendapatkan sertifikat. Pelatihan sendiri dilakukan secara online maupun offline.
Selain itu, peserta akan mendapatkan insentif sebesar Rp 3.550.000 per orang. Rinciannya Rp 1 juta untuk bantuan pelatihan, Rp 600 ribu selama 4 bulan untuk insentif pelatihan dan Rp 150 ribu insentif survei kebekerjaan yang dilakukan sebanyak 3 kali.
Baca Juga: Pelatihan Online Berbayar di Kartu Prakerja Jokowi Dikritik