Pengangguran akan Bertambah, Ekonom Ini Sebut RUU Cipta Kerja Diperlukan

Jum'at, 24 April 2020 | 16:25 WIB
Pengangguran akan Bertambah, Ekonom Ini Sebut RUU Cipta Kerja Diperlukan
Demo buruh tolak Omnibus Law Cilaka di depan gedung DPR RI, Rabu (12/2). (Suara.com/Ummi Hadyah Saleh)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menilai Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja merupakan bagian dari pendekatan institusional yang perlu dilakukan pasca pandemi Covid-19.

Lantaran, lanjut Fithra, akan muncul supplay shock usai pandemi karena ada peningkatan jumlah pengangguran.

"Saya menghitung bisa sampai tujuh juta pengangguran baru dan yang paling terdampak sektor informal. Ini tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan fiskal dan moneter saja, tapi harus secara institusional," ujar Fithra dalam keterangannya, Jumat (24/4/2020).

Pendekatan institusional ini, menurut Fithra, sejak awal memang dibutuhkan karena Perekonomian Indonesia memang mengalami tren deindustrialisasi.

Baca Juga: Soal RUU Omnibus Law, Baleg DPR: Klaster Ketenagakerjaan Kami Minta Tunda

"Sebelum Covid, kita juga mengalami permasalahan sisi produktivitas di bidang industri, salah satunya dipengaruhi produktifitas buruh kita. Covid bisa membuat ini semakin parah," katanya.

Secara prinsip, pendekatan institusional dengan memperbaiki regulasi, reformasi ketenagakerjaan dan reformasi perpajakan diakomodasi dalam Omnibus Law RUU Tenaga Kerja.

"Ini semua dibutuhkan supaya kita bisa memanfaatkan momentum bonus demografi dan lepas dari jeratan negara berpendapatan menengah," katanya.

Momentum pasca pandemi Covid-19 juga harusnya dimanfaatkan karena banyak negara-negara utama produsen dunia, sangat mungkin melakukan relokasi industri dari China. Asia Tenggara, jadi salah satu wilayah yang sangat potensial memanfaatkan hal ini.

"Sayangnya, Indonesia saat ini belum jadi pilihan utama bagi investor. Biaya tenaga kerja, biaya perdagangan, dan nilai tambah kita masih kalah dibanding negara ASEAN lain. Oleh karenanya, kita butuh pendekatan secara institusional tadi," jelas Fithra melanjutkan.

Baca Juga: Buruh Sawit Minta DPR Lindungi Pekerja, Bukan Bahas Omnibus Law Saat Corona

Meski demikian, Fithra juga mengingatkan ongkos politik dari Omnibus Law ini bisa sangat besar. Hasilnya kemungkinan tidak bisa dituai secara instan dan akan menghadapi tuntutan publik yang besar.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI