Suara.com - Meski telah difasilitasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui penerbitan POJK No. 11/POJK.03/2020, banyak mitra pengemudi ojek berbasis aplikasi online (Ojol) mengeluhkan persyaratan untuk mengajukan program keringangan bagi mereka yang terdampak wabah Covid-19.
Setelah negosiasi yang dinilai alot, ternyata mereka tetap diharuskan membayar sejumlah uang tertentu yang tentunya sangat sulit diwujudkan di saat penerapan PSBB membuat lebih dari 50% pendapatan mereka berkurang.
Riki Siswanto, seorang mitra pengemudi Ojol, mengungkapkan pengurusan keringanan cicilan kredit tak semudah yang dibayangkan masyarakat.
Merujuk pernyataan resmi Presiden Joko Widodo agar pihak perbankan maupun pembiayaan meringankan cicilan kredit, ternyata tak gampang mendapatkan fasilitas yang dijanjikan tersebut.
Baca Juga: Anak Menangis Kelaparan, Driver Ojol Panik Tukar TV Jadul dengan Beras
“Harus diurus lewat laman resmi, setelah itu memasukan data kredit, dan negoisasi,” kata Riki ditulis Rabu (22/4/2020).
Namun pada kenyataannya, dia mengakui realisasi keringanan yang diberikan perusahaan pembiayaan banyak yang memberatkan. Misal, jelas Riki, yaitu terdapat persyaratan untuk melakukan pembayaran di muka untuk bunga cicilan selama tiga bulan.
“Setelah setop bayar tiga bulan, saya harus menanggung besaran cicilan kredit yang naik setelah tiga bulan. Selain itu, ada penambahan tenor pula selama disetop tiga bulan tersebut, sehingga memperpanjang masa kredit,” ungkapnya.
Dengan prosedur seperti itu, Riki merasa bahwa keringanan cicilan jusru menambah beban para mitra Ojol. Para pengaju keringanan kredit, dibebankan bunga tiga bulan di muka, setelah itu ada penambahan angsuran yang harus dilunasi selama masa tenor.
“Perusahaan pembiayaan mendapatkan bunga di muka, dan penambahan jumlah angsuran. Sedangkan untuk masa cicilan yang disetop, itu akhirnya ditambah tenor 3 bulan, dobel sebenarnya,” kata Riki.
Baca Juga: Tak Ada Pemasukan, Luna Maya Bingung Bayar Gaji Karyawan dan Cicilan
Hal serupa juga diutarakan Mulyadi. Mitra Ojol mobil ini menilai, keringanan cicilan pada akhirnya hanya akal-akalan pihak pembiayaan untuk menambah pemasukan.
“Tidak ada yang dikurangi, malah ditambah. Hanya untuk menyetop cicilan selama tiga bulan, itupun tidak gratis,” kata Mulyadi.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Rolas Sitinjak mengatakan, jika pada awal diluncurkan POJK No. 11/POJK.03/2020, telah banyak aduan yang diterima oleh BPKN dari berbagai pihak terkait kesulitan untuk mendapatkan program keringanan sebagaimana himbauan Presiden Joko Widodo sebagai bentuk bantuan bagi mereka, antara lain UMKM dan pengemudi Ojol, yang terkena dampak wabah Covid -19.
Menurut dia, meskipun OJK sudah mengeluarkan aturannya dan didukung himbauan dari asosiasi terkait, praktiknya di lapangan masih banyak perusahaan pembiayaan yang belum menaati dan berimprovisasi sendiri.
“Presiden sudah mengatakan jika ini adalah wabah nasional, bukan masalah personal. Mereka seharusnya tidak berkeberatan untuk memberi kelonggaran, apalagi mereka sebagai pelaku di sektor keuangan non-bank juga telah mendapat berbagai kemudahan dari pemerintah dalam bentuk keringanan pajak dan sebagainya,” tandasnya.
Terhadap aduan yang diterima, pihak BPKN diakui dia telah berusaha memfasilitasi antara konsumen dan pihak leasing dengan memberikan pengertian mengenai kondisi saat ini.
“Kami juga terus berkoordinasi dengan pihak OJK, dan mereka mengatakan akan mengambil tindakan pada leasing yang tidak patuh,” tukasnya.