Suara.com - Bank Indonesia (BI) mencatat nilai tukar rupiah hingga saat ini sudah ambles 11,18 persen dibanding level nilai tukar rupiah pada akhir 2019. Berdasarkan data Kurs Tengah BI, pada 31 Desember 2019 rupiah berada di level Rp 13.901 per dolar AS.
Merosotnya nilai tukar rupiah ini, akibat dari kepanikan pasar akan pandemi Virus Corona.
"Rupiah masih mencatat depresiasi sekitar 11,18 persen dibandingkan dengan level akhir 2019," ujar Gubernur BI, Perry Warjiyo kepada Wartawan lewat Video Converence di Jakarta, Selasa (14/4/2020).
Kendati demikian, menurut Perry, nilai tukar rupiah kembali menguat mulai pada minggu kedua April 2020 seiring meredanya kepanikan pasar keuangan global.
Baca Juga: Nilai Tukar Rupiah Menguat Rp 15.920, Bos BI: Alhamdulillah Berkat Ikhtiar
Pada 13 April 2020, nilai tukar rupiah menguat 4,35 persen secara point to point dibandingkan dengan level pada akhir Maret 2020.
"Apresiasi Rupiah pada April 2020 didorong kembali meningkatnya aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik pasca ditempuhnya berbagai kebijakan di banyak negara untuk memitigasi dampak penyebaran COVID-19, termasuk Indonesia," katanya.
"Selain itu perkembangan Rupiah yang kembali menguat juga didukung oleh berlanjutnya pasokan valas dari pelaku domestik sehingga dapat terus menopang stabilitas nilai tukar rupiah," tambah Perry.
Dalam hal ini, Ketua Umum ISEI ini memandang, level nilai tukar saat ini masih sangat murah atau undervalue. Sehingga ia, memperkirakan nilai tukar rupiah cenderung menguat ke arah Rp 15.000 per dolar AS di akhir tahun 2020.
"Dalam kaitan ini, Bank Indonesia akan terus meningkatkan intensitas intervensi di pasar DNDF, pasar spot, dan pembelian SBN dari pasar sekunder. Untuk mendukung efektivitas kebijakan nilai tukar, Bank Indonesia terus mengoptimalkan operasi moneter guna memastikan bekerjanya mekanisme pasar dan ketersediaan likuiditas baik di pasar uang maupun pasar valas," tutup Perry.
Baca Juga: Bos BI Ramal Rupiah Bakal Berada di Level Rp 15.000 Hingga Akhir Tahun