Suara.com - Amnesty Internasional Indonesia mendesak Presiden Joko Widodo untuk memperhatikan hak atas kesehatan dan keselamatan kerja (K3) para pekerja yang masih dipekerjakan perusahaan di tengah pandemi virus corona COVID-19.
Direktur Eksekutif AII Usman Hamid para pekerja tengah dihadapi dengan ancaman pemotongan upah, penolakan hak cuti, dirumahkan tanpa upah, hingga pemutusan hubungan kerja atau PHK yang tidak hanya dilakukan oleh perusahaan besar tetapi juga di usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Menurut catatan Amnesty, masih banyak perusahaan yang belum menaati Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No. M/3/HK.04/III/2020 tentang Perlindungan Pekerja/Buruh dan Kelangsungan Usaha dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan virus corona COVID-19.
Surat Edaran ini mewajibkan Pengusaha untuk membayar upah pekerja secara penuh hanya apabila pekerja tersebut masuk ke dalam Orang Dalam Pemantauan (ODP), suspek, dan positif terinfeksi virus corona COVID-19.
Baca Juga: Pemerintah harus Beri Solusi pada Tenaga Kerja yang Terkena PHK
"Masih banyak pekerja yang upahnya dipotong tanpa pemberitahuan, salah satunya terjadi di PT Bintang Karya Inti di Magetan, Jawa Timur. Pada 25 Maret 2020, Perusahaan memotong upah para pekerja sebesar 50 persen selama tiga bulan, tanpa pemberitahuan maupun kesepakatan apapun sebelumnya," kata Direktur Eksekutif AII Usman Hamid, Kamis (9/4/2020).
Selain itu, perusahaan juga masih banyak yang tidak menyediakan kebijakan kerja khusus dan Alat Pelindung Diri (APD) bagi pekerjanya yang masih diwajibkan bekerja, belum lagi imbauan pyshical distancing yang sangat sulit diterapkan di tempat kerja kaum buruh.
"Pekerja perkebunan kelapa sawit masih bekerja seperti biasa, jika mereka menjalankan himbauan pemerintah dengan tidak datang ke tempat kerja, maka itu artinya upah mereka terancam dipotong dan dianggap mangkir. Perlindungan K3 berupa masker, hand sanitizer, dan APD tidak memadai," ungkapnya.
Kemudian, skema insentif bagi para pekerja yang mengalami PHK melalui kartu pra-kerja tidak jelas.
Amnesty juga mencatat belum ada kejelasan soal distribusi Bantuan Langsung Tunai (BLT) maupun insentif kartu pra-kerja bagi pekerja tersebut berjalan efektif. BLT hanya menyasar keluarga-keluarga yang berpenghasilan rendah dan miskin, bukan kepada individu pekerja.
Baca Juga: Gelombang PHK Mulai Serbu Surabaya, Banyak Warga Menganggur saat Corona
Oleh sebab itu, Amnesty mendesak pemerintah untuk memastikan SE Menaker benar-benar dijalankan oleh perusahaan sesuai dengan aturan; menyediakan APD, tidak ada PHK, dan memperjelas skema BLT.