Laporan tersebut juga menekankan perlu adanya penggabungan langkah-langkah di bawah pengawasan regulasi yang baik sebab banyak negara di kawasan telah menanggung beban utang perusahaan dan rumah tangga yang tinggi.
“Untuk negara-negara lebih miskin maka keringanan utang akan sangat penting sehingga sumber daya dapat difokuskan pada pengelolaan dampak ekonomi dan kesehatan dari pandemi,” tulis laporan itu.
Bank Dunia juga menyertakan skenario dasar (baseline) serta skenario alternatif yang lebih rendah (lower scenario) terhadap pertumbuhan ekonomi negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik untuk 2020 dalam laporan itu.
Pertumbuhan negara berkembang di kawasan Asia Timur dan Pasifik pada 2020 diproyeksikan melambat menjadi 2,1 persen pada skenario baseline dan menjadi negatif 0,5 untuk skenario lebih rendah dari perkiraan 5,8 persen pada 2019.
Baca Juga: RUU Omnibus Law Cipta Kerja Diklaim Dapat Dukungan dari Bank Dunia
Pertumbuhan China untuk 2020 diproyeksikan turun menjadi 2,3 persen pada skenario baseline dan 0,1 persen dalam skenario lebih rendah dari 6,1 persen pada tahun 2019.
Tak hanya itu, laporan tersebut juga memperkirakan orang yang keluar dari kemiskinan di kawasan akan berkurang sebanyak 24 juta dibanding bila tidak ada pandemi (menggunakan garis kemiskinan 5,5 dolar AS/hari).
Kemudian jika situasi ekonomi memburuk maka skenario lebih rendah terjadi yaitu jumlah penduduk miskin bertambah 11 juta orang, sedangkan proyeksi sebelumnya adalah 35 juta orang akan keluar dari kemiskinan di Asia Timur dan Pasifik pada 2020.
“Kabar baiknya adalah kawasan ini memiliki ketahanan dan potensi kemampuan untuk melewati krisis tetapi negara-negara harus bertindak cepat dan pada skala yang sebelumnya tidak pernah dilakukan,” kata Victoria. (Antara)
Baca Juga: Harga Emas Makin Melambung Usai Bank Dunia Pangkas Suku Bunga