Suara.com - Anggota Komisi IV DPR RI, Andi Akmal Pasluddin menyayangkan ketetapan kebijakan pembebasan impor bawang putih dan bawang bombai hingga 31 Mei 2020 oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Akibatnya Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) di Kementerian Pertanian (Kementan) dan Surat Perizinan Impor (SPI) di Kemendag tidak akan diperlukan lagi.
"Selama ini kita di DPR, hampir seluruh anggota Komisi IV sudah berupaya mengkritisi RIPH di Kementerian Pertanian sebagai kementerian teknis. Bila ini dihapuskan, maka upaya kita semua untuk mewujudkan swasembada produk hortikultura seperti bawang putih menjadi tidak jelas ke depannya," urai Akmal.
Politisi PKS ini mengatakan, Indonesia adalah negara hukum. Situasi yang membuat panik terkait wabah Covid-19 ini, lantas tidak boleh membuat pemerintah seenaknya melanggar peraturan yang sudah disepakati bersama menjadi lembaran negara.
UU Hortikultura No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura sangat tegas, agar segala rekomendasi perizinan mesti dipenuhi, yang berasal dari kementerian teknis. Syarat ini perlu dipenuhi, agar impor dapat dilaksanakan, sehingga ada simulasi yang aman dari segala aspek baik terkait kemanan kesehatan hingga perlindungan petani yang berhubungan dengan stok dan harga yang beredar di pasaran.
Baca Juga: Kementan Wajib Atur Perizinan, Peredaran dan Penggunaan Pestisida
Berkaitan dengan pembebasan impor tanpa RIPH ini, selain melabrak UU No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, sekaligus menyepelekan UU 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
"Hilang sudah perlindungan dan pemberdayaan petani untuk mewujudkan kedaulatan dan kemandiriannya dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik. Ketika para produk impor menguasai ketersediaan bawang putih secara bebas masuk, maka kerugikan petani akan terdampak secara luas," jelas Akmal.
Data yang diterima Akmal per akhir Maret ini, Kementan telah merilis RIPH tahun 2020 sebanyak 450 ribu ton bawang putih untuk 107 importir. Artinya sudah sekitar 80 persen kebutuhan nasional per tahun telah tercapai.
Di lain pihak, RIPH bawang bombai sudah terbit 227 ribu ton atau dua kali lipat kebutuhan nasional per tahun.
"Pembebasan RIPH bawang putih dan bawang bombai ini bila terus dilanjutkan, maka pemerintah sendiri melalui kementerian perdagangan yang berlaku melanggar UU No.13 Tahun 2010 dan UU 19 Tahun 2013," lanjut Legislator Sulsel II ini.
Baca Juga: Kementan : Pestisida Punya Peran Penting Tingkatkan Produksi Pertanian
Selama ini, Kementan sudah sejalan dengan RIPH bawang putih dan bawang bombai melebihi kebutuhan nasional, namun pola komunikasi tak berjalan, sehingga muncul kebijakan yang seolah pro rakyat, padahal dalam jangka menengah akan menghantam rakyat sendiri di kalangan petani.
"Saya minta pemerintah tidak pro pengusaha dan importir saja, tapi lihat dan simulasi kebutuhan rakyat di kalangan petani dengan teliti. Kita tidak mengetahui dampak besar yang menunggu bila pejabat bermain-main untuk sebuah regulasi. Ujung-ujungnya, masyarakat yang mendapat getah paitnya," ujarnya.