Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan kajian terhadap Tata Kelola Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/3/2020) kemarin.
Dalam kajian tersebut, KPK memberikan rekomendasi khususnya kepada Kementerian Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam menutupi defisit. Apalagi defisit BPJS tahun 2018, mencapai Rp 12,2 triliun.
Langkah pertama menurut KPK meminta kepada Menkes Terawan Agus Putranto agar mempercepat Pedoman Nasional Praktik Kedokteran atau PNPK esensial.
"Prioritas penyelesaian PNPK untuk penyakit yang berisiko dan biaya tinggi serta prioritas program. Sosialisasi PNPK pada fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan, serta institusi pendidikan," kata Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.
Baca Juga: Sri Mulyani Diminta Santai Tanggapi Batalnya Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan
Kemudian, KPK meminta kepada pemerintah dapat mengkaji opsi pembatasan manfaat untuk pelayanan menghabiskan biaya tinggi. Sekaligus, membatasi anggaran penyakit katastropik, serta melakukan pembayaran sesuai dengan kinerja rumah sakit.
Selanjutnya, Pahala meminta pemerintah untuk mempercepat pelaksanaan pembagian pembiayaan atau cost sharing. Adapun rekomendasi KPK dilakukan dengan menerbitkan petunjuk teknis pelaksanaan urun biaya dengan asuransi swasta.
"Kita ambil contoh di Korea Selatan, sebetulnya klaim 20 persen bisa dicover swasta. Kami duga Rp 600 sampai 900 miliar bisa ditanggung swasta," ujar Pahala.
Sebenarnya, Kemenkes dapat melakukan bekerja sama dalam pembayaran iuran dengan peserta. Seperti, peserta yang tergolong mampu, maka pemerintah bisa mewajibkan peserta membayar sebanyak 10 persen dari biaya.
"Kita bayangkan kalau co-payment ini dijalankan, maka sebenarnya Rp 2,2 triliun didapat oleh BPJS dalam bentuk kekurangan klaim," ujar Pahala.
Baca Juga: Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, Mungkinkah Uang Kembali?
Rekomendasi selanjutnya, KPK meminta Kemenkes dan Pemerintah Daerah mengevaluasi penetapan kelas rumah sakit. Menurut Pahala, perbaikan regulasi terkait dengan klasifikasi dan perizinan Rumah Sakit.
"Sebanyak empat dari empat rumah sakit tidak sesuai kelas dan mengakibatkan pemborosan pembayaran klaim sebesar Rp 33 miliar pertahun," kata Pahala.
Hal yang turut disoroti, KPK juga meminta pemerintah untuk menindak kecurangan yang terjadi dalam klaim BPJS Kesehatan. Kata Pahala, bila si pelaku baru pertama kali melakukan kecurangan maka pemerintah bisa meminta kembali klaim tersebut.
Namun, kata Pahala, bila fraud atau penipuan sudah terjadi berulang ulang, maka pemerintah bisa melakukan pemutusan kontrak kerja sama.
"Jadi, bila terjadi (fraud) secara terus menerus, baru ditindak secara pidana," tutup Pahala.