Suara.com - Pemerintah akan memberikan relaksasi untuk tiga jenis pajak sekaligus demi menjaga ekonomi domestik di tengah serangan virus corona. Salah satu nya demi menjaga daya beli masyarakat tetap terjaga.
Lantas apakah kebijakan ini mampu untuk mendongkrak daya beli masyarakat?
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah pun pesimistis dengan langkah tersebut, menurut dia insentif fiskal tersebut tak cukup mendongkrak daya beli.
"Pasti tidak cukup apalagi di tengah kondisi seperti sekarang ini," kata Piter di Kantornya, Jakarta, Kamis (12/3/2020).
Baca Juga: Pajak Penghasilan Ditangguhkan, Siap-siap Penerimaan Negara Jebol
Tapi Piter mengapresiasi langkah cepat pemerintah tersebut, menurutnya ini penting untuk merespon dinamika ekonomi yang berdampak virus corona.
"Tapi pemerintah patut diapresiasi karena mau bergerak cepat," katanya.
Saat ini yang terpenting kata Piter, Pemerintah harus mengeluarkan jurus-jurus terbaiknya demi menggairahkan para pelaku usaha ditengah-tengah ketidakpastian yang makin membesar.
"Ini masalahnya adalah ketidakpastian yang besar, investor itukan butuh kepastian khususnya di sektor keuangan. IHSG sekarang turun, nilai tukar rupiah melemah tapi sekarang otoritas seperti BI punya kesadaran yang cepat," ujarnya.
Untuk diketahui, Pemerintah akan menanggung Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 sektor industri manufaktur selama enam bulan dalam rangka memberi stimulus fiskal jilid II untuk memitigasi dampak wabah virus corona atau Covid-19 terhadap perekonomian.
Baca Juga: Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah, Gajian 6 Bulan Dibayar Penuh
Diketahui, PPh 21 merupakan pajak atas penghasilan, honorarium, upah hingga tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak di dalam negeri.