Menurutnya, modal usaha tani itu langsung dipergunakan sesuai keperluan petani, baik untuk biaya pengolahan tanah, tenaga kerja atau kebutuhan paka panen, yang sepenuhnya akan dinilai bank. Kebutuhan pembiayaan kelompok tani satu dengan yang lain tidak sama.
Pembiayaan KUR didesain untuk memitigasi risiko terjadinya kredit macet, seperti kasus Kredit Usaha Tani di akhir tahun 1990-an.
Indah menambahkan, dengan suku bunga KUR sebesar 6 persen, seharusnya bisa dimanfaatkan petani sebaik mungkin untuk mendapatkan pembiayaan. Selain menurunkan suku bunga, program KUR terbaru juga menaikan plafon KUR mikro maksimal menjadi Rp 50 juta, dari Rp 25 juta per debitur, misalnya untuk usaha tani padi membutuhkan biaya Rp 14 juta per hektare.
"Dengan pinjaman KUR, petani dapat membeli sarana produksi seperti pupuk atau keperluan olah tanam. Permenko Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) telah terbit dokumen ini dijadikan pedoman kita dalam penyaluran KUR," ujar Indah.
Baca Juga: Kementan Targetkan Semua Lahan di Bantaeng Masuk Asuransi Usaha Tani Padi
Berbeda dengan skema pinjaman komersial, menurut Indah, kelompok tani selaku debitur tanaman semusim seperti padi, jagung dan kedelai, mendapat keringanan berupa mencicil pinjaman apabila produk pertaniannya sudah dipanen.
"Namun hal tersebut terlebih dahulu harus dinegosiasikan dan dituangkan dalam naskah perjanjian kerjasama dengan perbankan," tambahnya.
Jangka waktu KUR khusus ditentukan paling lama empat tahun untuk pembiayaan modal kerja. Adapun untuk kredit atau pembiayaan investasi maksimal lima tahun.