Suara.com - Pengamat ekonomi energi dari UGM Fahmy Radhi menyarankan, PT Pertamina segera menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) karena harga minyak dunia turun drastis sampai di bawah 50 dolar AS per barel, setelah OPEC berupaya menurunkan produksi hingga 1,5 juta barrel, tetapi Rusia yang non OPEC menolaknya.
"Jika tidak ada penurunan produksi, maka harga minyak dunia bisa semakin rendah mencapai di bawah 40 dolar AS per barrel," kata Fahmy dilansir laman Antara, Selasa (10/3/2020).
Fahmy menjelaskan, tidak bisa dihindari margin Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S) pasti turun. Bahkan, kalau harga minyak dunia terus turun sampai sekitar 30 dolar per barel, K3S harus menanggung kerugian potensial.
Pertamina harus segera menurunkan semua harga BBM, baik yang non-subsidi maupun subsidi.
Baca Juga: Dua Staf Kedubes Belanda Jadi Korban Kecelakaan Kapal Paspampres di Kalteng
"Pertamina jangan hanya menaikkan harga BBM pada saat harga minyak dunia naik, tapi juga harus menurunkan harga BBM pada saat harga minyak dunia turun," tegas dia.
Dalam kesempatan berbeda, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menilai, anjloknya harga minyak dunia harus dicermati baik-baik.
"Tadi saya juga bilang di Istana, harga (minyak) ini kita mesti cermati baik-baik, ndak boleh juga buru-buru karena yang kena bukan Indonesia saja tapi dunia kena sekarang," kata dia.
Saat ditanya apakah pemerintah perlu menurunkan harga BBM karena harga minyak dunia yang anjlok, Luhut menjawab.
"Ya nanti, pelanlah. Baru satu hari kan. Ini kan hanya perkelahian antara Rusia dan Saudi. Jadi ndak boleh buru-buru. Lihat yang begini ini mesti cerma," katanya.
Baca Juga: Digugat Kementan RI, Tempo Sebut Temukan Banyak Gugatan Keliru
Luhut menambahkan, situasi dunia saat ini masih terdampak wabah virus corona yang begitu masif mencapai banyak negara.