Suara.com - Kementerian Pertanian (Kementan) terus berupaya meningkatkan serapan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di kalangan petani. KUR pertanian dinilai sangat produktif, terutama untuk komoditi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.
Direktur Pembiayaan Pertanian pada Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana (PSP) Kementan, Indah Megawati mengatakan, salah satu strategi peningkatan penyerapan KUR pertanian adalah dengan mendorong pemanfaatan di sektor hilir.
"Kami mendorong pemanfaatan KUR untuk pembelian alat mesin pertanian (alsintan)," ujar Indah, dalam acara Sosialisasi Percepatan dan Penyaluran KUR di Soreang, Bandung, Jawa Barat, Minggu (8/3/2020).
Menurutnya, selama ini pemanfaatan KUR pertanian masih terkonsentrasi di sektor hulu atau budi daya, padahal KUR pertanian sektor hulu hanya sebatas KUR mikro dengan plafon Rp 5-50 juta.
Baca Juga: Kementan Memberikan Kredit Usaha Rakyat di Papua Senilai Rp 1 Triliun
Sektor hulu, kata Indah, selama ini dianggap lebih mudah diakses karena tidak memerlukan agunan. Padahal KUR dengan plafon besar pun sebenarnya akan mudah diakses jika digunakan untuk pembelian alsintan.
"Plafon Rp 500 juta ke atas pun bisa diakses. Soalnya ada agunannya, berupa alat pertanian yang dibeli. Selain itu, bunganya tetap hanya enam persen," kata Indah.
Terkait alokasi sendiri, lanjut Indah, tahun ini pemerintah menyediakan dana KUR sampai Rp 50 triliun untuk pertanian. Dengan strategi yang sudah diterapkan, saat ini sudah terserap Rp 6 triliun.
"Jawa Barat menjadi daerah yang serapan KUR-nya tahun ini cukup besar. Dari target Rp 1 triliun, Jabar sudah menyerap KUR sampai Rp 500 miliar. Target setiap provinsi mendapat Rp 1 triliun untuk KUR di sektor pertanian," jelasnya.
Indah mengatakan, saat ini, pihaknya terus melaksanakan sosialisasi percepatan KUR. Dengan tambahan dana senilai Rp 50 triliun di sektor pertanian, anggaran KUR meningkat menjadi Rp 190 triliun dari Rp 140 triliun.
Baca Juga: Bila Pupuk Kurang atau Berlebih, Kementan Izinkan Daerah Lakukan Realokasi
KUR diarahkan untuk pembelian alat pertanian, sehingga kredit yang dipinjam oleh petani betul-betul bisa digunakan hal produktif. Pasalnya, serapan KUR di sektor pertanian sangat rendah, menginat non performing loan (NPL) sangat tinggi.
Untuk mempercepat penyerpaan KUR, Kementan akhirnya memilih mengandalkan strategi sendiri. Salah satunya melakukan pendampingan kepada petani dengan berbagai pihak, mulai dari konsultan pembiayaan, klinik agrobisnis dan lainnya.
Untuk mendapatkan KUR pertanian pun syaratnya cukup mudah. Petani hanya diharuskan memiliki lahan garapan produktif, rancangan pembiayaan anggaran, dan sejumlah syarat untuk kepentingan BI Checking.
"Untuk besaran pinjamannya mulai dari Rp 5 juta hingga Rp 50 juta per orang, dan tidak ada agunan. Di atas itu, ada agunan. Bunganya sama, hanya 6 persen, jika penyaluran KUR tersebut bekerja dengan seluruh bank milik BUMN," papar Indah.
Meski begitu, KUR bukanlah bantuan atau subsidi dari pemerintah, sehingga ia menekankan agar nasabah KUR pertanian tetap membayar pinjaman.
Sementara itu, ketua Tim Percepatan Penyaluran KUR, Gus Rohim menyampaikan, percepatan penyaluran KUR akan mempercepat produksi komoditi pertanian, sehingga diyakini tidak sampai 5 tahun, Indonesia akan mampu ekspor komoditas.
“Tidak sampai 2045, kalau KUR dipercepat akan memperkuat ekspor. Kita akan ekspor suatu saat,” ungkap Gus Rohim.
Ia menyampaikan, ketahanan pangan adalah benteng Negara Kesatuan Republik Indonesia. Para petani di Indonesia memberikan jaminan pangan kepada warga negara.
“Petani telah memberi makan kepada 250 juta rakyat Indonesia, maka kita akan buat simulasi bahwa petani kita dapat melakukan produksi dengan baik. Petani dapat bekerja, mandiri, dan maju,” ujarnya.