Suara.com - 3 Cara Ini Bakal Dilakukan Sri Mulyani Obati Defisit BPJS Kesehatan
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perlu kajian komprehensif untuk mengatasi persoalan defisit pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Ia mengungkapkan, kajian itu meliputi tiga aspek, yakni tarif, manfaat, dan kemampuan BPJS mengumpulkan iuran.
Sri Mulyani menjelaskan persoalan itu dalam rapat kerja gabungan DPR bersama sejumlah menteri, serta BPJS Kesehatan, di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Baca Juga: Data BPJS Kesehatan Tak Jelas, Pemerintah Ngotot Tetap Naikkan Iuran
“Aspek pertama yang perlu dibenahi adalah tarif karena terkait kegotong-royongan peserta BPJS Kesehatan,” kata Sri Mulyani.
Masalah tarif, kata dia, utamanya soal pembiayaan selisih biaya kenaikan iuran BPJS Kesehatan bagi Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III.
Selain itu, permasalahan data peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan peran serta Pemerintah Daerah dalam Program JKN.
“Tarif itu adalah masalah isu kegotong-royongan. Artinya yang mampu membayar lebih. Yang agak sedikit mampu, membayar agak kurang. Yang tidak mampu, dibayar pemerintah.”
Kekinian, kata dia, pemerintah membayar selisih tarif untuk 96 juta peserta. Sementara di daerah, membayarkan lebih dari 38 juta peserta BPJS Kesehatan.
Baca Juga: DPR: BPJS Kesehatan Tak Bakal Tekor Rp 32 Triliun, Jika...
“Pemerintah tidak mampu membayarnya. Yang mampu membayar itu sistem kegotong-royongan,” kata dia
Sementara aspek manfaat, Sri Mulyani menilai harus ada definisi pelayanan kesehatan dasar, sehingga iuran dapat terukur dan sepadan dengan manfaat.
Ia mengatakan, hal itu harus dibenahi oleh Menteri Kesehatan dan BPJS Kesehatan secara bersama. Sebab, perundang-undangan mengamanatkan agar terdapat defenisi baku perihal pelayanan kesehatan dasar.
“Karena kalau pelayanannya unlimited, tidak terbatas, ya mau dibuat iuran berapa pun akan jebol,” kata Sri Mulyani.
Sedangkan aspek kemampuan BPJS untuk mengumpulkan atau mendapatkan iuran, Sri Mulyani mengatakan harus bisa dipastikan peserta tidak membayar hanya saat sakit.
“Pembayaran harus berkelanjutan dan tertib membayar.”