Suara.com - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara meminta pemerintah dan DPR menambahkan objek barang kena cukai selain kantong plastik.
Ia menjelaskan apabila penambahan barang kena cukai hanya dilakukan pada kantong plastik, maka kontribusi yang didapatkan penerimaan cukai pada APBN akan tidak maksimal.
Pengenaan cukai pada kantong plastik saat ini memang akan menjadi pembahasan DPR.
"Penambahan objek kena cukai perlu segera dilakukan dengan alasan pengendalian dampak negatif kesehatan dan lingkungan. Kalau hanya kantong plastik masih terlalu kecil," ujar Bhima, Jumat (14/2/2020).
Baca Juga: CEK FAKTA: Apa Benar Ini Daftar Harga 42 Rokok Usai Kenaikan Tarif Cukai?
Bhima menambahkan, bahwa pemerintah dan DPR perlu bertindak cepat dalam menambahkan objek cukai karena Indonesia tertinggal jauh dari negara lain dalam jumlah objek kena cukai.
"Dengan penambahan beberapa objek cukai maka akan ada penurunan konsumsi masyarakat atas produk-produk yang memberikan dampak negatif bagi kesehatan dan lingkungan," imbuhnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan hal yang senada. Indonesia selama ini hanya mengandalkan cukai dari industri hasil tembakau dan minuman beralkohol.
Padahal, jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, ada banyak obyek cukai. Thailand punya sedikitnya 11 jenis produk obyek cukai mulai dari hasil tembakau, kendaraan bermotor, bensin hingga minuman berpemanis.
"Indonesia adalah negara yang paling sedikit memiliki jenis barang kena cukai (BKC). Kalah dibandingkan Laos, Myanmar, Malaysia, apalagi Thailand," tutur dia.
Baca Juga: Tertarik dengan Usaha Jastip? Berikut Strategi Berhadapan dengan Bea Cukai
Yustinus menambahkan bahwa satu dari lima orang di Indonesia mengalami obesitas, sehingga sudah sepantasnya Indonesia juga turut mengenakan cukai pada minuman berpemanis.